"Saya melihat ini grand design untuk memojokkan kedokteran Indonesia," ujar Ilham dalam jumpa pers di kantor IDI, Jl Samratulangi 29, Menteng, Jakarta Pusat, Senin (18/7/2016). Ilham didampingi oleh Ketua Umum Persatuan Rumah Sakit Indonesia (Persi) Sri Rachmani, Ketua Umum Asosiasi Rumah Sakit Swasta Indonesia (ARSSI) Sussi Setiawaty dan Ketua Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Aman Bhakti Pulungan.
Saat ditanya maksud grand design tersebut, Ilham mengatakan, harus dicari aktor intelektual kasus ini. Jangan hanya dokter dan bidan yang ditangkap.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Para dokter akan memperbaiki kinerja (Fida/detikcom) |
Ilham tidak menyangka dampak kasus vaksin palsu sangat luas sekali. "Kami merasa ada sesuatu yang kurang pas dalam menyikapi vaksin palsu. Apa yang terjadi adalah anarkis dari masyarakat maupun pasien dan kita ingin memperbaiki kinerja kita bersama," ujarnya.
"Saya lihat dari 2013 sudah ada yang menyudutkan dokter. Dari sistem pendidikan dan sistem pelayanan kedokteran Indonesia. Kalau tidak waspada akan ada ketidakpercayaan pada dokter Indonesia," ungkapnya.
Dia berharap agar ada jalan keluar atas kasus ini. Ke depannya dia bersama rekan-rekan seprofesinya akan memperbaiki kinerja.
Dia dan rekan-rekannya juga ingin menjalankan kewajibannya dengan rasa aman.
"Kalau rasa aman tidak bisa didapatkan, kami tidak bisa melayani imunisasi sampai ini selesai. Tidak menutup kemungkinan akan kita evaluasi. Dari segi legislasi, siapa yang harus bertanggung jawab, siapa yang melakukan perbaikan ke depan," kata Ilham.
Bareskrim Polri menetapkan 23 tersangka dalam kasus vaksin palsu. Mereka antara lain berprofesi sebagai dokter dan bidan. Salah satu tersangka adalah dr Indra Sugiarno Sp.A, dokter yang bertugas di Rumah Sakit Harapan Bunda, Jakarta Timur. Istri dr Indra, Dini, menegaskan suaminya tak tahu vaksin yang dipakai tersebut adalah vaksin palsu. Dia juga menegaskan suaminya tidak pernah mencari untung lewat bisnis vaksin. Sebab pendapatan dr Indra sehari-sehari sebagai dokter anak saja sudah mencapai Rp 6 juta per hari.
(nwy/nrl)












































Para dokter akan memperbaiki kinerja (Fida/detikcom)