"Mahkamah Agung (MA) harus memberikan jalan keluar yang adil kepada para korban akibat penyimpangan aparatur pengadilan," ucap hakim agung Prof Dr Gayus Lumbuun kepada wartawan, Senin (11/7/2016).
Menurut Gayus, pelanggaran tersebut merupakan kejahatan yang dilakukan secara masif di semua wilayah peradilan dari pengadilan tingkat pertama, pengadilan tingkat banding hingga puncak peradilan yaitu MA. Pelanggaran itu menimbulkan kerugian terhadap korban kejahatan peradilan yang dikalahkan.
![]() |
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
PK itu berlaku untuk semua perkara pidana, perdata, tata usaha negara, agama dan militer. Namun, selama ini untuk PK perkara pidana dikunci Surat Edaran MA (SEMA) Nomor 7 Tahun 2014 tertanggal 31 Desember 2014 yang menyebutkan bahwa PK hanya boleh diajukan satu kali saja.
"Padahal Mahkamah Konstitusi (MK) telah menganulir ketentuan tersebut dengan amar putusannya yang menyatakan bahwa demi keadilan PK dapat diajukan lebih dari satu kali, bukan berkali-kali," cetus Gayus.
Solusi PK boleh lebih dari satu kali sebagaimana Putusan MK tersebut akan menjadikan harapan baru bagi korban kejahatan aparatur pengadilan. Karena perkara mereka bisa diadili kembali dengan harapan dapat diputus dengan adil melalui majelis hakim yang berbeda.
Solusi itu merupakan bentuk tanggung jawab yang nyata dari lembaga MA. Hal itu sesuai dengan konsep restoratif justice yaitu bagaimana hak korban karena perbuatan kejahatan dipulìhkan atau dikembalikan.
"MA dapat memberikan solusi tersebut dengan menerbitkan Perma (Peraturan MA) dengan terlebih dahulu membatalkan SEMA Nomor 7 tahun 2014," ujar guru besar Universitas Krisnadwipayana (Unkris), Jakarta itu.
Sebagaimana diketahui, KPK melakukan operasi dagang perkara di pengadilan. Berikut daftar sepanjang lima bulan terakhir:
Operasi Februari 2016
KPK menangkap Kasubdit Perdata MA Andri Tristianto Sutrisna yang sedang menerima suap sebesar Rp 400 juta dari terpidana korupsi, Ichsan Suaidi. Andri sedang menjalani persidangan di PN Jakpus.
Korban mafia peradilan adalah rakyat karena akibat perbuatan Andri, terpidana korupsi Ichsan yang telah melakukan korupsi uang negara tidak bisa dieksekusi jaksa.
-Operasi April 2016
KPK menangkap Panitera PN Jakpus Edy Nasution karena menerima suap dari pengusaha Doddy untuk mengurus perkara PK. Belakangan terkungkap, perkara PK itu dikendalikan oleh Sekretaris MA Nurhadi. KPK yang menggeledah rumah Nurhadi mengamankan Rp 1,7 miliar, di antaranya di toilet. Sejumlah saksi 'menghilang' dan istri Nurhadi yang juga pejabat MA, Tin Zuraida ikut diperiksa.
Korban Edy yaitu para perusahaan yang sedang mencari keadilan perdata di tingkat PK.
-Operasi Mei 2016
KPK menangkap aparat Pengadilan Tipikor Bengkulu yang akan membebaskan dua terdakwa dengan tarif Rp 1 miliar. Mereka yang diamankan dan ditahan KPK yaitu:
1. Hakim Pengadilan Tipikor Bengkulu, Janner Purba. Sehari-hari Janner adalah Ketua PN Kapahiang.
2. Hakim Pengadilan Tipikor Bengkulu, Toton.
3. Panitera Pengganti Pengadilan Tipikor Bengkulu, Badaruddin Amsori Bachsin alias Billy.
4. Terdakwa korupsi Syafri Syafii.
5. Terdakwa korupsi Edi Santron.
Korban adalah rakyat karena akibat perbuatan komplotan di atas, maka keadilan dan pengadilan dibeli dengan sejumlah uang.
-Operasi Juni 2016
KPK menangkap segerombolan orang usai vonis ringan perkara Saipul Jamil. Mereka yang diamankan dan ditahan KPK adalah:
1. Advokat Berthanatalia Ruruk Kariman, ditetapkan sebagai tersangka.
2. Advokat Kasman Sangaji, ditetapkan sebagai tersangka.
3. Kakak Saipul Jamil, Samsul Hidayatullah, ditetapkan sebagai tersangka.
4. Panitera pengganti PN Jakut, Rohadi, ditetapkan sebagai tersangka.
Korban adalah korban pencabulan Saipul Jamil, keluarga korban, masyarakat dan supremasi hukum.
-Operasi Juni 2016
KPK lagi-lagi menangkap aparat pengadilan. Kali ini terulang di PN Jakpus yaitu Santoso. Panitera Pengganti PN Jakpus itu merupakan anak buah Edy Nasution.
Korban adalah perusahaan yang sedang mencari keadilan perdata.
"Jumlah korban-korban tersebut sebanyak yang berkaitan dengan kasus-kasus yangg terungkap di semua tingkatan peradilan, ada yang sampai diproses ke pengadilan dan apartur peradilannya dihukum penjara dan banyak kasus yang putusannya dirasakan janggal, kontroversial, juga perlu diberikan kesempatan perkaranya dilakukan PK untuk dapat memberikan kepastian keadilan," pungkas Gayus.
Selain memberikan solusi bagi korban peradilan sesat, mantan Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Harjono juga meminta pertanggung jawaban struktural dari MA. Harjono meminta Ketua MA Hatta Ali mundur dari jabatannya karena terjadi kesalahan lembaga yang terstruktur, sistematis dan masif.
"Akuntabilitas ada dua macam yaitu akuntabilitas pengorbanan dan akuntabilitas penjelasan. Sebagai hakim akuntabilitas penjelasan penting melalui putusannya. Sebagai ketua karena terbukti nggak berhasil memimpin harus berani mengorbankan jabatannya, mundur," kata Harjono.
Namun Ketua MA menjawab desakan di atas dengan tetap duduk di kursinya.
"Jangan kita melakukan reformasi membabi buta. Satu generasi dipotong, tidak bisa. Sekretariat dibubarkan, misalnya. Anak buah saya berbuat, saya harus mundur, tidak demikian," kata Hatta Ali. (asp/fdn)