"Banyak masyarakat telah muak dengan pemotongan-pemotongan, muak dengan dislokasi ekonomi dan merasa sangat marah dengan cara mereka telah dikhianati dan dipinggirkan oleh pemerintah berturut-turut di wilayah-wilayah yang sangat miskin di negara ini," cetus Corbyn kepada BBC TV seperti dilansir kantor berita Reuters, Jumat (24/6/2016).
Dikatakan pemimpin partai Buruh tersebut, akan ada konsekuensi untuk lapangan pekerjaan Inggris atas hasil referendum Brexit ini, dan pemerintah harus berupaya meminimalisir hal itu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Inggris bergabung Uni Eropa sejak tahun 1973 silam, bahkan sejak nama Uni Eropa menggunakan nama terdahulu, yakni European Economic Community (EEC). Selang dua tahun kemudian, rakyat Inggris merasa terbebani oleh EEC dan menyerukan digelarnya referendum.
Referendum yang juga menanyakan soal apakah Inggris harus keluar atau tetap bergabung EEC digelar tahun 1975. Hasilnya menyatakan mayoritas rakyat Inggris saat itu ingin tetap bergabung EEC.
Tahun 2016 ini, atau selang 41 tahun kemudian, Inggris kembali menggelar referendum untuk menentukan nasib negara itu dalam Uni Eropa. Hasilnya mengejutkan banyak pihak, karena mayoritas rakyat Inggris ingin negaranya keluar dari Uni Eropa. Padahal sejumlah polling dan survei sebelumnya memprediksi kubu pendukung Inggris tetap bergabung Uni Eropa akan memenangi referendum.
(ita/ita)