Ahok Jelaskan Landasan 'Perjanjian Preman': Diskresi yang Diatur Undang-undang

Ahok Jelaskan Landasan 'Perjanjian Preman': Diskresi yang Diatur Undang-undang

Danu Damarjati - detikNews
Selasa, 24 Mei 2016 17:14 WIB
Ahok Basuki Tjahaja Purnama/ Foto: Ari Saputra
Jakarta - Ketua KPK Agus Rahardjo memandang harus ada landasan hukum yang mendasari 'perjanjian preman' antara Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dengan perusahaan pengembang proyek reklamasi. Ahok kini menjelaskan bahwa 'perjanjian preman' itu sudah ada dasar hukumnya.

"Undang-undang 30 Tahun 2014, justru menguatkan bahwa pejabat boleh diskresi," kata Ahok usai peresmian RPTRA Karang Anyar, Sawah Besar, Jakarta Pusat, Selasa (24/5/2016).

UU yang dimaksud Ahok adalah tentang Administrasi Pemerintahan. Disitu tertulis ada Bab VI tentang Diskresi, Pasal 22 menjelaskan perihak Diskresi pejabat itu. Diskresi bertujuan untuk melancarkan penyelenggaraan pemerintahan, mengisi kekosongan hukum, memberikan kepastian hukum, hingga mengatasi stagnasi demi kepentingan umum.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Baca juga: Ini Kata Ketua KPK Soal 'Perjanjian Preman' Ahok

Jadi dengan kata lain, perjanjian semacam itu juga termasuk diskresi. Ahok tak akan keberatan bila KPK meminta keterangan perihak ini. Dia mengeluarkan diskresi juga demi kepentingan umum.

"Tinggal panggil saja soal diskresi enggak diskresi. Yang penting ini untuk kepentingan umum enggak? Manfaat buat rakyat tidak? Ada keuntungan pribadi saya tidak? Sebagai pejabat dinas bukan? Apa yang dilanggar?" ujarnya.

Selanjutnya, di Balai Kota Jakarta, Jalan Medan Merdeka Selatan, Ahok menjelaskan bahwa dasar 'perjanjian preman' untuk menyambung izin reklamasi itu dilanjutkan dengan perjanjian antara Pemprov DKI dan perusahaan pengembang reklamasi pada 1997. Ada pula Keputusan Presiden Nomor 52 Tahun 1995 tentang Reklamasi Pantai Utara Jakarta yang melandasi perjanjian 1997 itu.

"Dari Keppres Nomor 52 Tahun 1995, di situ ada turunan ada Perda, lalu mereka buat perjanjian tahun 1997. Saya meneruskan perjanjian tahun 1997 sebetulnya," kata Ahok.

Perda Nomor 8 Tahun 1995 yakni tentang Penyelenggaraan Reklamasi dan Rencana Tata Ruang Kawasan Pantai Utara Jakarta. Di situ diatur soal kewajiban fasilitas sosial dan fasilitas umum. Setelah itu, pada 2012, muncul Peraturan Gubernur Nomor 121 yang memberi izin pelaksanaan reklamasi sejumlah pulau. Pergub itu dikeluarkan Gubernur Fauzi Bowo (Foke).

"Yang 2012 dihilangkan kata kontribusi," kata Ahok.

Ahok menegaskan 'perjanjian preman' yang dibikinnya pada 18 Maret 2014 bukanlah tanpa dasar. Apalagi, perjanjian dengan pengembang reklamasi itu didasari asas 'suka sama suka'.

"Saya enggak ngarang sendiri loh. Saya meneruskan perjanjian 1997, yang 'suka sama suka', adanya kesepakatan untuk memperbaiki revitalisasi untuk banjir pesisir utara termasuk tanggul," kata Ahok.

Lantas, saat perjanjian preman dibikin pada 2014 itu, Ahok mencoba merumuskan bersama besaran tambahan kontribusi itu. Singkat cerita, ditemukanlah besaran 15 persen yang dikenakan kepada para perusahaan pengembang reklamasi.

Baca juga: Apa Dasar Perjanjian Preman Ahok dengan Pengembang Reklamasi

"Itu yang saya bilang, kalau enggak ada besaran, ini bahaya ini, kalau gubernurnya enggak jujur bisa bahaya. Jangan dibolak-balik. Justru saya membuat semuanya jadi tidak bisa tawar-menawar," ujar Ahok. (dnu/rvk)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads