Namun Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) membantah adanya barter semacam itu. Malahan, Pemprov DKI adalah pihak yang sangat membutuhkan tambahan kontribusi sebesar 15 persen itu.
"Jadi bukan barter 15 persen loh. Justru kalau enggak ada 15 persen, mati saya," kata Ahok di Balai Kota, Jl Medan Merdeka Selatan, Jakarta, Kamis (12/5/2016).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ahok menyatakan, kontribusi 15 persen dari pengembang itu bisa untuk membiayai megaproyek National Capital Integrated Coastal Development (NCICD). Proyek itu memuat pembangunan tanggul yang butuh biaya besar, meski pemerintah pusat juga mengambil bagian.
"Kita di situ tertulis mesti bangun tanggul NCICD A itu bisa Rp 95 triliun. Memang dibagi pusat dan pengembang. Kalau kamu enggak mintain 15 persen dari pulau, duit dari mana puluhan triliun bangun NCID A?" ujar Ahok.
Bukan hanya tanggul NCICD A yang letaknya tak jauh, bahkan pembiayaan Tanggul Garuda di lepas pantai kelak juga bisa dibebankan ke pihak swasta. Ahok menyebut Presiden Jokowi pernah berbicara soal ini.
"Pak Jokowi yakin membangun Giant Sea Wall pun, enggak perlu pakai uang kita. Asal setiap tanah yang dijual ada pesentase-nya," kata Ahok.
Soal pemenuhan kewajiban pengembang proyek, Ahok tak ingin tertipu dengan janji perusahaan pengembang bahwa kewajiban akan dipenuhi di masa mendatang. Maka Ahok ingin kewajiban dipenuhi dulu sebelum izin dikeluarkan.
(Baca juga: KPK Tanya ke Ahok Soal Kontribusi 15% Untuk Reklamasi Teluk Jakarta)
"Aku enggak mau ketipu lu (Anda). Lu kerjain dulu, baru gua (saya) mau kasih izin. Nah, Podomoro (PT Agung Podomoro Land) dia kerjain dulu, rusun semua, baru appraisal. Nanti kita kasih izin," kata Ahok. (dnu/hri)