Hal itu ditegaskan oleh Juru Bicara Warga Bidara Cina Astriyani. Menurut dia ada tiga keinginan warga yang utama. Pertama adanya jaminan bahwa tanah yang dibebaskan semata-mata akan digunakan untuk pembangunan pintu masuk air (Inlet) sodetan Kali Ciliwung ke Kanal Banjir Timur.
Kedua, adanya ruang diskusi dan negosiasi antara Pemprov DKI dengan warga Bidara Cina soal proses relokasi selain ke rumah susun. "Ganti rugi hanya salah satu alternatif. Namun Pemprov tidak pernah sekalipun membahas alternatif-alternatif tersebut. Nggak mau capek, menurut saya," kata Astriyani saat berbincang dengan detikcom, Selasa (3/5/2016).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
![]() |
Menurut dia, soal ganti rugi lahan Bidara Cina sudah tak relevan lagi untuk dibahas pasca keputusan PTUN yang membatalkan SK Gubernur DKI nomor 2779 tahun 2016 tentang penetapan lokasi pembangunan inlet (saluran masuk air) proyek sodetan Kali Ciliwung arah Kanal Banjir Timur.
Batalnya SK Gubernur Jakarta tersebut, kata Astriyani, membuat Pemprov DKI tak lagi memiliki dasar hukum untuk membuat Inlet Sodetan Ciliwung di Bidara Cina. "Dengan dibatalkannya SK Gubernur 2779/2015 sudah tidak ada dasar hukum bagi Pemprov untuk membangun inlet di wilayah kami," kata dia.
Pada 25 April 2016 pekan lalu PTUN mengabulkan gugatan warga Bidara Cina dalam perkara penetapan lokasi pembangunan inlet (saluran masuk air) proyek sodetan Kali Ciliwung arah Kanal Banjir Timur. Majelis Hakim PTUN mengabulkan gugatan warga untuk seluruhnya. Konsekuensinya, Surat Keputusan Gubernur DKI Nomor 2779/2015 tentang Penetapan Lokasi Pembangunan Inlet Sodetan Kali Ciliwung menuju KBT menjadi batal.
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung atas putusan PTUN tersebut.
(edo/erd)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini