Indonesia Butuh Waktu 10 Tahun Adili Pencuri Cagar Budaya Berkebangsaan AS

Indonesia Butuh Waktu 10 Tahun Adili Pencuri Cagar Budaya Berkebangsaan AS

Andi Saputra - detikNews
Jumat, 11 Mar 2016 09:45 WIB
Gedung Mahkamah Agung (ari/detikcom)
Jakarta - Prinsip hukum acara pidana adalah sederhana, cepat dan biaya ringan. Tapi dalam praktiknya, prinsip tersebut mengalami berbagai penyimpangan. Salah satunya adalah kasus pencurian cagar budaya pada 1999.

Kasus berlaku saat WN Amerika Serikat Irwan Holmes, Siti Rachmat Saribanon dan Bambang Hari Sadewo diamankan aparat di Bandara Soekarno-Hatta pada 13 September 1999. 

Dari tas koper ketiganya didapati berbagai barang cagar budaya sebanyak 146 item. Mereka berdalih akan mengikuti pameran seni Asia Pasifik di New York tetapi setelah dicek tidak dilengkapi dengan surat izin dari Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nasional. Barang-barang tersebut dilindungi UU Nomor 5 Tahun 1992 tentang Cagar Budaya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sebagian barang antik itu adalah:

1. Berbagai hiasan kepala.
2. Berbagai keris.
3. Beo dan gajah dari bahan logam.
4. Berbagai jenis lampu.
5. Berbagai arca dari perunggu.
6. berbagai perhiasan kuno.
7. Sebanyak 61 buah kalung mutisala jenis perhiasan bahan terakota.

Perbuatan mereka diancam Pasal 26 jo Pasal 15 ayat 2 UU Cagar Budaya. Atas perbuatannya, ketiganya lalu diadili dan dituntut 8 bulan penjara dengan masa percobaan. Pada 10 Oktober 2001, Pengadilan Negeri (PN) Tangerang membebaskan ketiganya. Atas vonis ini, jaksa lalu kasasi dan ternyata memakan waktu yang cukup lama. 

MA baru mengadili permohonan kasasi ini pada 17 Februari 2009. Majelis kasasi menyatakan ketiganya bersalah melakukan tindak pidana tidak melakukan kewajiban mendaftarkan pemilikan, pengalihan hak dan pemindahan tembat benda cagar budaya.

"Menjatuhkan hukuman kepada terdakwa I, II dan III dengan pidan penjara masing-masing selama 8 bulan. Hukuman tersebut tidak perlu dijalankan kecuali jika di kemudian hari ada putusan hakim ditentukan lain, atas dasar terpidana sebelum berakhirnya masa percobaan 10 bulan telah melakukan suatu perbuatan yang dapat dihukum," putus majelis sebagaimana dikutip dari website MA, Jumat (11/3/2016).

Duduk sebagai ketua majeli Zaharuddin Utama dengan anggota Timur Manurung dan Imron Anwari. Meski diketok pada 2009, MA baru melansir salinan putusan itu pada Kamis (10/3) kemarin atau 7 tahun setelah putusan diketok. 

Dari lamanya proses pidana tersebut, mencapai 17 tahun, masih pantaskah prinsip peradilan sederhana, cepat dan biaya ringan? (asp/nrl)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads