Tidak Langsung
Meski sama-sama negara demokrasi, AS memiliki sistem pilpres yang berbeda dengan Indonesia. Warga AS tidak memilih secara langsung presiden mereka, melainkan melalui keterwakilan yang disebut electoral college.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Electoral college adalah kumpulan individu (disebut elector) yang nantinya akan memiliki kewenangan untuk memilih presiden. Jadi ketika di hari pemungutan suara seorang warga AS memilih capres A, secara teknis sebenarnya dia sedang memilih elector yang akan dia pasrahi untuk memilih A di sidang electoral college.
Pemberian suara oleh warga disebut popular vote, sementara pemberian suara oleh elector disebut electoral vote. Kedua istilah itu kerap membuat bingung mereka yang kurang familiar dengan sistem pilpres di AS.
Masing-masing capres/partai menunjuk elector yang nantinya akan menduduki electoral college yang mereka menangkan di tiap negara bagian. Nama elector bisa tercantum di surat suara (di bawah nama capres/cawapres) dan bisa juga tidak, tergantung aturan masing-masing negara bagian. Biasanya orang yang menduduki posisi elector adalah pemimpin partai, orang yang memiliki kedekatan dengan kandidat, atau mereka yang ditunjuk oleh pemerintah negara bagian.
Perlu dicatat bahwa electoral college tidak sama dengan MPR di Indonesia, dan elector bukan merupakan anggota Senate (DPD) atau House of Representative (DPR). Keberadaan electoral college adalah bentuk kompromi antara pemilihan langsung oleh rakyat dengan pemilihan oleh Kongres (MPR). Karena tugasnya hanya memilih presiden, electoral college bersifat ad hoc dan langsung dibubarkan begitu tugasnya selesai (umurnya hanya satu hari).
Secara nasional, total jumlah electoral college adalah 538. Jumlah ini setara dengan gabungan antara jumlah anggota Senate (100) dan House (435) dari 50 negara bagian ditambah 3 kursi House yang khusus diberikan kepada District of Columbia. Untuk menjadi presiden, seorang capres harus mengantongi minimal 270 electoral vote (atau dengan kata lain didukung oleh 270 elector di sidang electoral college).
Jumlah electoral college yang dimiliki tiap negara bagian berbeda-beda sesuai dengan alokasi kursi yang mereka miliki di House dan Senate. Karena alokasi kursi di House bersifat dinamis sesuai perkembangan jumlah penduduk, alokasi electoral college di tiap negara bagian pun berubah-ubah (sementara kursi Senate selalu tetap, yaitu 2 per negara bagian).
Penentuan alokasi kursi di House didasarkan pada proporsi jumlah penduduk yang merujuk pada hasil sensus terbaru. Untuk pilpres 2012, 2016, dan 2020, rujukannya adalah hasil sensus 2010. Berdasarkan sensus tersebut, jumlah electoral college terbanyak dimiliki California (55), sementara paling sedikit adalah 3 yang dimiliki oleh beberapa negara bagian, antara lain Wyoming dan Alaska.
Seorang capres yang mendapatkan popular vote terbanyak di suatu negara bagian akan mengantongi seluruh electoral college di negara bagian tersebut, tidak peduli berapapun selisih suaranya dengan calon lain. Sementara capres yang kalah mendapatkan nol alias tidak mendapatkan satupun electoral college. Sistem yang dikenal dengan istilah winner-take-all ini diterapkan di seluruh negara bagian kecuali Nebraska dan Maine.
Dengan sistem ini, terbuka kemungkinan capres yang memperoleh popular vote lebih banyak kalah lantaran electoral vote yang dia dapatkan lebih sedikit. Mengapa bisa demikian?
Pertama, selisih perolehan suara (popular vote) capres di tiap negara bagian bisa beda-beda. Dengan adanya sistem winner-take-all, kemenangan telak ataupun tipis sama saja artinya, yaitu mengantungi seluruh electoral college. Hal ini bisa menyebabkan proporsi antara electoral college dengan popular vote menjadi tidak imbang antara negara bagian yang satu dengan negara bagian yang lain.
Kedua, proporsi antara kursi di House dengan jumlah penduduk di tiap negara bagian tidak sama. Misalnya, di Montana satu anggota House mewakili 994.416 penduduk, sementara di Rhode Island 527.624 penduduk.
Karena jumlah electoral college dipengaruhi oleh jumlah kursi di House, ketidakimbangan proporsi di House juga menyebabkan ketidakimbangan proporsi di electoral college. Dengan kata lain, sejak awal proporsi antara electoral college dengan jumlah pemilih memang berbeda-beda antara negara bagian yang satu dengan negara bagian yang lain.
Dari 56 kali pilpres di AS, terjadi 4 kasus di mana pemenang popular vote bukan pemenang electoral vote. Contohnya adalah pilpres tahun 2000 di mana Al Gore (Demokrat) yang memperoleh popular vote lebih banyak kalah dari George W Bush (Republik) lantaran perolehan electoral vote-nya lebih sedikit. Maka Bush lah yang jadi presiden.
Partai Politik
Di AS terdapat beberapa partai politik, namun hanya dua yang besar, yaitu Partai Demokrat (berdiri 1828) dan Partai Republik (1854). Karenanya, sistem politik di AS dikenal dengan sebutan Sistem Dua Partai. Partai-partai yang lain hanya gurem dengan usia masih amat muda, seperti Libertarian Party (1971), Green Party (1980an), dan Constution Party (1992).
Seseorang bisa saja mencalonkan diri sebagai presiden dari partai kecil, namun peluang menangnya boleh dikatakan nol. Karena itu, mau tidak mau mereka harus mencalonkan diri lewat Partai Demokrat atau Partai Republik. Pencalonan lewat partai itu dilakukan lewat Konvensi yang didahului oleh serangkaian caucus/primary. Siapapun bisa ikut konvensi tanpa harus lebih dulu menjadi aktivis partai.
Tahapan Pilpres
Pilpres di AS diadakan setiap empat tahun. Prosesnya berlangsung panjang selama 1-2 tahun, meliputi deklarasi, caucus/primary, nominasi capres lewat konvensi, pemilihan oleh rakyat, pemilihan oleh electoral college, dan pelantikan.
Deklarasi Kandidat
Para kandidat mendeklarasikan pencalonan mereka masing-masing lewat partai tertentu. Syarat untuk mencalonkan diri sebagai presiden AS cukup mudah, yaitu warga negara AS yang lahir di AS, berusia minimal 35 tahun (saat Pelantikan), dan telah menetap di AS selama paling kurang 14 tahun (saat Pelantikan). Jabatan seorang capres dibatasi maksimal dua periode.
Setelah deklarasi, kandidat melakukan kampanye untuk mencari dukungan publik. Mereka juga mengikuti debat kandidat yang dilaksanakan oleh partai masing-masing. Karena tiap partai memiliki beberapa kandidat, mereka menggelar Konvensi untuk menentukan calon yang akan mereka usung. Konvensi didahului oleh serangkaian caucus dan/atau primary.
Caucus/Primary
Caucus dan primary bertujuan untuk menjaring aspirasi publik guna menentukan siapa kandidat yang selayaknya dicalonkan oleh partai. Caucus berbeda dengan primary.
Caucus diselenggarakan oleh partai dan diawali dengan diskusi publik. Selanjutnya pemilih memberikan dukungan lewat pemungutan suara (secara terbuka untuk Partai Demokrat dan secara tertutup untuk Partai Republik).
Sedangkan primary diselenggarakan oleh pemerintah negara bagian dengan mekanisme menyerupai pilpres, yaitu menggunakan surat suara dan kotak suara secara tertutup. Pemilih lebih dulu menentukan pilihan partai, lalu mereka akan diberikan surat suara dari partai tersebut yang bersisi nama-nama kandidat. Mereka hanya bisa memilih satu partai dan satu kandidat.
Caucus dan primary diselenggarakan di seluruh negara bagian dan territories. Mayoritas negara bagian menggunakan primary (hanya sedikit yang menggunakan caucus) dengan waktu pelaksanaan yang berbeda-beda. Caucus pertama digelar oleh negara bagian Iowa pada tanggal 1 Februari 2016, sedangkan primary pertama dilangsungkan oleh New Hampshire tanggal 9 Februari 2016.
Karena dilangsungkan di awal, Iowa caucus dan New Hampshire primary memiliki arti strategis. Hasil keduanya dapat memengaruhi opini publik di negara bagian lain. Selama hampir 40 tahun terakhir, kandidat yang akhirnya dinominasikan oleh partai selalu memenangi Iowa caucus atau New Hampshire primary atau keduanya (kecuali satu orang). Karenanya, para kandidat berlomba-lomba untuk memenangi Iowa caucus dan New Hampshire primary.
Rangkaian proses caucus/primary akan dipungkasi dengan pelaksanaan primary di Washington DC tanggal 14 Juni 2016. Namun untuk memperkirakan hasilnya orang tidak perlu menunggu hingga tanggal tersebut. Mereka cukup menanti hingga Selasa, 1 Maret 2016, atau yang dikenal dengan sebutan Super Tuesday.
Pada hari itu akan ada 11 negara bagian (12 untuk Partai Republik) yang menggelar caucus/primary secara serentak. Super Tuesday bisa menjadi gambaran hasil akhir primary/caucus secara keseluruhan.
Nominasi Capres Lewat Konvensi
Serupa dengan pemungutan suara di pilpres, perolehan suara di caucus/primary juga tidak langsung masuk ke kandidat, melainkan dikonversi menjadi delegate (mirip elector di pilpres). Delegate inilah yang kemudian memilih kandidat pada saat Konvensi.
Jumlah delegate di tiap negara bagian ditentukan oleh partai masing-masing. Secara nasional, Partai Demokrat memiliki 4.746 delegate, sementara Partai Republik 2.472 delegate. Kandidat yang memperoleh dukungan mayoritas dari delegate (separuh plus satu) akan dinominasikan sebagai capres oleh partai.
Kandidat yang tidak melanjutkan kompetisi, baik itu karena berhenti di tengah proses caucus/primary maupun kalah di putaran pertama pemungutan suara di Konvensi, bisa menyarankan agar delegate-nya memilih kandidat lain ataupun membebaskan mereka memilih. Di sanalah kesempatan terjadinya tawar-menawar politik antar-kandidat.
Ada dua jenis delegate, yaitu pledged delegate dan unpledged delegate (disebut juga superdelegate). Pledged delegate adalah mereka yang dipilih oleh konstituen dan terikat dengan kandidat. Mereka harus mendukung kandidat tersebut pada saat Konvensi.
Sementara superdelegate adalah delegate yang diberi kebebasan memilih kandidat yang mereka dukung pada Konvensi. Biasanya yang menduduki posisi superdelegate adalah elite partai. Keberadaan superdelegate ini untuk memastikan bahwa capres yang menang konvensi adalah yang didukung oleh para elite partai. Di Partai Demokrat, jumlah superdelegate mencapai 15 persen dari total delegate, sementara di Partai Republik kurang dari 7 persen.
Karena adanya dua jenis delegate ini, seorang kandidat yang memenangi caucus/primary tidak secara otomatis memenangi konvensi lantaran superdelegate bisa memberikan dukungannya kepada kandidat lain. Hanya saja, biasanya superdelegate akan mempertimbangkan dukungan di caucus/primary dalam menjatuhkan pilihannya.
Konvensi Partai Republik akan dilangsungkan tanggal 18-21 Juli 2016 di Cleveland, Ohio,Β sementara Partai Demokrat tanggal 25β28 Juli 2016 di Philadelphia, Pennsylvania. Selanjutnya, kandidat yang terpilih dalam konvensi akan menentukan calon wakil presiden yang akan mendampinginya.
Kampanye dan Debat Capres
Pada fase ini, tinggal dua capres (beserta cawapres masing-masing) yang bersaing, yaitu satu dari Demokrat dan satu dari Republik. Selama Juli hingga November 2016, kedua pasang calon akan berkampanye untuk menarik dukungan publik. Mereka juga akan mengikuti debat kandidat selama beberapa kali guna mengadu visi dan misi.
Pemilihan oleh Rakyat
Konstitusi AS mengatur bahwa pemilihan presiden dilangsungkan hari Selasa setelah Senin pertama bulan November. Untuk tahun ini, Selasa itu bertepatan dengan tanggal 8 November 2016. Saat itulah rakyat Amerika akan secara serentak memberikan suara mereka kepada capres yang mereka pilih. Sebagaimana di Indonesia, quick count membuat hasil pemungutan suara bisa diketahui hari itu juga.
Berbeda dengan primary/caucus, pemungutan suara pilpres hanya dilangsungkan di negara bagian plus Washington DC (tidak di territories). Beberapa negara bagian secara tradisional dimenangi oleh partai tertentu. Negara bagian yang didominasi Partai Demokrat dikenal dengan sebutan Blue State, sedangkan yang didominasi Partai Republik disebut Red State.
Di antara keduanya ada Purple State, yaitu negara bagian yang dimenangi secara silih berganti oleh kedua partai. Contoh Blue State adalah California, New York, dan Massachussetts. Contoh Red State adalah Alabama, Alaska, dan Kansas. Contoh Purple State adalah Florida, Virginia, dan Arkansas.
Pemilihan oleh Electoral College
Hasil pemungutan suara oleh rakyat kemudian dikonversi menjadi electoral college. Selanjutnya electoral college di tiap negara bagian akan bersidang pada tanggal 19 Desember 2016 untuk memilih presiden dengan cara pemungutan suara. Sidang itu sebenarnya formalitas saja karena elector dari capres A hampir pasti memberikan suaranya pada capres A.
Mungkinkah anggota elector dari calon A memberikan suaranya pada calon B?
Konstitusi maupun hukum federal tidak melarangnya. Namun kemungkinan terjadinya hal itu amat kecil karena ada dua perangkat yang membatasinya, yaitu aturan hukum di negara bagian dan aturan partai.
Faithless elector, yaitu elector yang memilih kandidat lain atau tidak memilih sama sekali, bisa dikenai sanksi berupa denda atau pemecatan. Sepanjang sejarah pilpres di AS, tercatat ada sebanyak 157 kasus faithless elector, namun tidak ada satupun yang memengaruhi hasil pilpres.
Setelah para elector di setiap negara bagian bersidang, hasil voting mereka dikirimkan ke Senate untuk dibacakan di Sidang Kongres tanggal 5 Januari 2017. Dari situ akan ketahuan berapa total electoral vote yang diperoleh masing-masing capres secara nasional. Presiden terpilih adalah yang memperoleh mayoritas dukungan dari elector (270 electoral vote).
Bagaimana jika tidak ada capres yang mencapai suara mayoritas?
Pemungutan suara dialihkan ke House dan Senate. House akan memilih presiden dengan cara voting (suara terbanyak menang), sedangkan Senate akan memilih wakil presiden (suara terbanyak menang).
Pelantikan
Presiden terpilih akan dilantik hari Jumat tanggal 20 Januari 2017 di sisi barat gedung parlemen AS, atau yang dikenal dengan sebutan US Capitol, disaksikan secara langsung oleh ribuan warga Amerika dan disiarkan oleh berbagai media massa ke seluruh penjuru dunia.
Halaman 2 dari 1
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini