Cerita di Balik Proses Penerjemahan Alquran ke Dalam Bahasa Banyumasan

Cerita di Balik Proses Penerjemahan Alquran ke Dalam Bahasa Banyumasan

Arbi Anugrah - detikNews
Minggu, 20 Des 2015 10:04 WIB
Banyumas - Baru-baru ini Kementerian Agama meluncurkan Alquran terjemahan berbagai bahasa daerah yang ada di Indonesia. Tujuannya agar masyarakat yang menggunakan bahasa daerah bisa memahami makna Alquran dengan baik. Salah satu terjemahan Al-Quran itu dibuat juga dalam bahasa Banyumasan.

Ahmad Tohari (67) merupakan salah satu otak di balik penerjamahan Alquran bahasa Banyumasan ini sangat mengapresiasi upaya Kemenag untuk menerjemahkan Alquran dalam bahasa daerah. 

"Bahasa itu terkait suku. Keberagaman harus tetap ada, jadi eksistensi kitab suci bisa tetap terjaga," kata Ahmad Tohari, Minggu (20/12/2015).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Penulis novel Ronggeng Dukuh Paruk ini mulai menerjemahkan Alquran bahasa Banyumasan sejak tiga tahun lalu. Akibatnya, berat badannya sempat turun 1,5 kg karena stres mencari kosakata bahasa Indonesia dan Arab yang sulit dicarikan dalam padanan bahasa Banyumasan.

"Sempet stres saya, tapi karena semua itu niatnya untuk ibadah, jadi saya nikmati semuanya," ujar Tohari.

Dia menjelaskan jika dirinya merupakan satu dari 10 anggota tim yang dibentuk Kementerian Agama untuk menerjemahkan Alquran dalam bahasa Banyumas. Dia dipilih karena selama ini dikenal sebagai penyusun kamus Jawa dialek Banyumasan. Mulai 2011, sebelas orang yang semuanya tak berasal dari Banyumas dan paham bahasa Banyumas mulai bekerja menerjemahkan Alquran, masing-masing bertugas menerjemahkan 1/11 dari seluruh ayat Alquran.

Terjemahan Alquran tahap pertama yang dilakukan anggota tim lainnya dapat diselesaikan dalam waktu 1,5 tahun. Hasilnya kemudian diserahkan pada Tohari untuk diedit. Padahal pada tahap pertama itu, justru Tohari dapat menyelesaikannya dalam waktu enam bulan saja dan pada tahap pertama itu, Tohari sudah menyelesaikan sebanyak 12 jus dari 30 jus terjemahan.

"Semua dilibatkan, mulai dari ahli Bahasa Arab, penghafal, pengasuh pondok pesantren dan tokoh NU untuk lebih mendekatkan makna sesungguhnya," jelasnya.

Meskipun lahir di pondok pesantren. Tapi dia tidak begitu mendalami Alquran. 

"Saya anak pondok yang tidak beres," ucap dia yang mengaku mendalami agama secara otodidak dan juga banyak belajar agama dari Gus Dur, Cak Nun dan Cak Nur. (arb/asp)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads