Ahmad Tohari (67) merupakan salah satu otak di balik penerjamahan Alquran bahasa Banyumasan ini sangat mengapresiasi upaya Kemenag untuk menerjemahkan Alquran dalam bahasa daerah.
"Bahasa itu terkait suku. Keberagaman harus tetap ada, jadi eksistensi kitab suci bisa tetap terjaga," kata Ahmad Tohari, Minggu (20/12/2015).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Sempet stres saya, tapi karena semua itu niatnya untuk ibadah, jadi saya nikmati semuanya," ujar Tohari.
Dia menjelaskan jika dirinya merupakan satu dari 10 anggota tim yang dibentuk Kementerian Agama untuk menerjemahkan Alquran dalam bahasa Banyumas. Dia dipilih karena selama ini dikenal sebagai penyusun kamus Jawa dialek Banyumasan. Mulai 2011, sebelas orang yang semuanya tak berasal dari Banyumas dan paham bahasa Banyumas mulai bekerja menerjemahkan Alquran, masing-masing bertugas menerjemahkan 1/11 dari seluruh ayat Alquran.
Terjemahan Alquran tahap pertama yang dilakukan anggota tim lainnya dapat diselesaikan dalam waktu 1,5 tahun. Hasilnya kemudian diserahkan pada Tohari untuk diedit. Padahal pada tahap pertama itu, justru Tohari dapat menyelesaikannya dalam waktu enam bulan saja dan pada tahap pertama itu, Tohari sudah menyelesaikan sebanyak 12 jus dari 30 jus terjemahan.
"Semua dilibatkan, mulai dari ahli Bahasa Arab, penghafal, pengasuh pondok pesantren dan tokoh NU untuk lebih mendekatkan makna sesungguhnya," jelasnya.
Meskipun lahir di pondok pesantren. Tapi dia tidak begitu mendalami Alquran.
"Saya anak pondok yang tidak beres," ucap dia yang mengaku mendalami agama secara otodidak dan juga banyak belajar agama dari Gus Dur, Cak Nun dan Cak Nur. (arb/asp)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini