"Wah, terlalu tinggi itu," kata Harifin saat berbincang dengan detikcom, Selasa (1/12/2015).
Menurut Harifin, putusan pengadilan adalah milik publik sehingga sudah sepantasnya untuk dinilai masyarakat. Larangan menilai sebuah putusan adalah aneh.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain itu, menurut Harifin, proses pengadilan juga masih bisa dikritik, dipublikasikan dan dinilai oleh masyarakat. Kecuali proses sidang yang nyata-nyata dikualifikasikan tertutup untuk umum seperti sidang anak.
"Proses sidangnya terbuka untuk umum, itu kan milik publik," ujar Harifin.
Menanggapi draf tersebut, Harifin meminta dirumuskan dengan hati-hati dan teliti. Menurut Harifin, yang harus dihindari adalah perbuatan yang bisa mempengaruhi hakim atau berupa penghinaan seperti tuduhan hakim menerima suap.Β
"Publik punya hak menilai, apakah sebuah putusan itu umpamanya, terlalu rendah hukumannya atau terlalu tinggi hukumannya. Itu boleh-boleh saja," ucap Harifin.
Pernyataan Harifin bukannya tanpa bukti. Salah satu putusannya yang dikritik publik adalah soal salah ketik vonis kasasi kasus Yayasan Supersemar. Namun dengan terbuka Harifin mengakui ada kesalahan ketik dalam putusan tersebut, dan Harifin tidak pernah melaporkan orang yang mengkritik putusannya itu. Akhirnya salah ketik itu diperbaiki di tingkat peninjauan kembali (PK) dan kini tinggal kewenangan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) untuk mengeksekusinya.
Versi RUU CoC yang didapat detikcom, Tindak Pidana Penyelenggaraan Peradilan adalah setiap perbuatan bersifat intervensi, tindakan, sikap, ucapan, tingkah laku dan/atau publikasi yang bertendensi dapat menghina, merendahkan, terganggunya, dan merongrong kewibawaan, kehormatan dan martabat hakim atau badan peradilan. Salah satu pasal adalah melakukan kritikan terhadap proses pengadilan.
Dalam Pasal 24 disebutkan:
Setiap orang yang mempublikasikan atau memperkenankan untuk dipublikasikan proses persidangan yang sedang berlangsung, atau perkara yang dalam tahap upaya hukum, yang bertendensi dapat mempengaruhi kemerdekaan atau sifat tidak memihak hakim, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 tahun atau pidana denda paling banyak Rp 1 miliar. (asp/nrl)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini