Selama 2 hari, Malinau dikunjungi Menteri Desa, PDT, dan Transmigrasi Marwan Jafar. Suasana salah satu kabupaten di ujung pulau Kalimantan ini semarak. Ada beberapa baliho bergambar Marwan dan Bupati Malinau Yansen Tipa Pandan. Jalanan dijaga polisi dan TNI. Aktivitas warga berjalan normal.
Hari ini, Selasa (17/11/2015), Marwan berdialog dengan warga Desa Malinau Seberang, Kecamatan Malinau Utara. Di balai desa yang hanya berukuran 3 meter x 4 meter, suara warga perbatasan terdengar. Mereka menyampaikan uneg-unegnya ke Menteri Marwan dan Bupati Yansen.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
![]() |
"Infrastruktur sudah mulai tertata dengan dana dari Pemkab. Saat ini, kami berharap bisa membentuk BUMDes (Badan Usaha Milik Desa). Dana desa akan kami arahkan ke sana," kata Kepala Desa Malinau Syamsu.
Sejak tahun 2011, Bupati Yansen menggagas program Gerdema (Gerakan Desa Membangun). Tiap desa digelontor dana Rp 1 miliar hingga Rp 3 miliar. Dari dana itulah, desa di Malinau menggeliat. Tak semua diwujudkan dalam bentuk infrastruktur, ada juga yang digunakan untuk beasiswa siswa dan mahasiswa.
Marwan mengapresiasi inisiasi Bupati Yansen. Ia meminta dana desa disinkronkan dengan dana dari Pemkab dan Provinsi.
"Tidak perlu takut menggunakan dana. Yang penting transparan dan berguna untuk masyarakat," pesan Marwan.
Usai dialog, Marwan menyaksikan pengaspalan jalan di Desa Respen yang berjarak 3 km dari Desa Malinau Seberang. Desa ini dulu merupakan kawasan khusus untuk warga pindahan dari daerah terpencil, maka itu namanya Respen, kepanjangan dari Resosialisi Penduduk.
Meski berbatasan langsung dengan Malaysia dan berada di ujung pulau Kalimantan, Malinau relatif terjangkau. Hanya butuh waktu 20 menit dengan penerbangan perintis dari Tarakan, ibu kota Kaltara. Atau 1,5 jam dari Balikpapan, ibu kota Kalimantan Timur.
Untuk ukuran daerah perbatasan, jalanan di Malinau cukup baik. Sebagian besar sudah beraspal dan beton. Akses transportasi terbuka. Harga kebutuhan pokok dan material bisa ditekan. Dulu semen misalnya, dijual Rp 1 juta kini cuma Rp 300 ribu - Rp 400 ribu per sak.
Malinau jauh dari hiruk pikuk. Hiburan minim. Sinyal ponsel belum merata. Jelas berbeda dibanding Jakarta atau kota-kota besar lainnya. Namun semangat warga menata diri tak perlu diragukan lagi. (try/spt)