'Markas' Seniman ini Bak Rumah Sakit Jiwa, Jadi Pusat Perawatan Orang Gila

'Markas' Seniman ini Bak Rumah Sakit Jiwa, Jadi Pusat Perawatan Orang Gila

Enggran Eko Budianto - detikNews
Selasa, 29 Sep 2015 10:19 WIB
Foto: Enggran Eko Budianto
Mojokerto - Pedepokan Among Budaya Sastro Loyo di Kecamatan Trowulan, Mojokerto, bukan tempat sembarangan. Bukan hanya 'markas' seniman ludruk--kesenian rakyat Jawa Timur berupa tarian dan nyanyian, tapi juga tempat merawat puluhan penderita gangguan jiwa.

Minggu (27/9/2015)), puluhan orang terlihat duduk tenang di sebuah pendopo menatap ke arah televisi yang menyala. Sebagian dari mereka tersenyum sendiri tanpa sebab. Sebagian lainnya menunjukkan wajah nyaris tanpa ekspresi. Begitulah suasana Pedepokan Among Budaya Sastro Loyo.

Pedepokan itu terletak sekitar 1 Km dari Makam Syekh Jumadil Kubro atau Makam Troloyo. Di sebuah rumah sederhana yang terletak di Dusun Kedaton, Desa Sentonorejo itu, sebanyak 21 orang penderita gangguan jiwa dirawat.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Ada yang stres akibat ekonomi, ada karena putus cinta, karena perceraian orang tua, ada karena tidak bisa bekerja, ada yang melakoni ilmu kebatinan tanpa guru, kasus narkoba," kata Sri Wulung Djliteng (57), pengasuh pedepokan Among Budaya Sastro Loyo saat berbincang dengan detikcom.

Seniman ludruk yang akrab disapa Djliteng ini mengaku merawat penderita gangguan jiwa sejak 1992 silam. Dia juga mengaku telah menyembuhkan ratusan pasien gangguan jiwa selama 23 tahun mengabdi untuk merawat mereka.

(Foto: Enggran Eko Budianto/detikcom)

Untuk merawat pasiennya yang datang silih berganti, anak ke 4 dari 6 bersaudara pasangan almarhum Marsubudi dan RA Endang Seleseh itu menyediakan 9 kamar di rumahnya yang sederhana. Pasalnya, agar benar-benar sembuh, pasien penderita gangguan jiwa harus tinggal di tempat Djliteng sampai sembuh.

Dibantu 16 muridnya, bapak 6 anak ini telaten merawat puluhan orang gila itu. Mulai dari memberi makan teratur, tidur, mandi, hingga olah raga. Semua itu dia lakukan secara suka rela tanpa mengharap imbalan dari siapapun.

"Waktu penyembuhannya beda-beda tergantung kondisi kejiwaan pasien. Ada yang seminggu selesai, ada yang setahun, ada yang sampai dua tahun," ujarnya.

Dari 21 pasien gangguan jiwa yang saat ini dirawat Djliteng, 3 orang di antaranya merupakan perempuan. Jiwa mereka terguncang setelah dipukuli oleh suaminya.

Para pasien berasal dari Sidoarjo, Jombang, Lamongan, Gresik, Cepu, Madiun, dan Jepara. Usia mereka variatif. Mulai belasan hingga 39 tahun.

"Pasien saya nyatakan sembuh apabila sudah bisa bergaul dengan masyarakat, tahu mana yang benar dan tidak, punya tata krama, sudah bisa merawat diri sendiri. Pasti saya uji, kalau sudah sembuh saya antar pulang," ungkap Djliteng.

Namun, Djliteng tak sembarangan menerima pasien gangguan jiwa. Pria bertubuh mungil ini bersedia merawat jika keluarga pasien memberikan kepercayaan kepadanya.

"Saya siap menampung kalau keluarganya pas atau cocok karena di sini ada aturan menengok 10 hari atau 2 minggu sekali," tandasnya. (ugik/try)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads