Keharusan ini dituangkan dalam putusan yang dimohonkan Perkumpulkan Masyarakat Pembaharuan Peradilan Pidana. Pemohon meminta pemeriksaan penyidik tidak perlu izin Mahkamah Kehormatan Dewan (MKH) untuk memberikan kesamaan warga negara di muka hukum. Tapi anehnya, selain menghapuskan ketentuan itu, MK malah mengalihkan kewajiban penyidik meminta izin ke presiden.
"Frasa Β persetujuan tertulis dari Mahkamah Kehormatan Dewan pasal 245 ayat 1 UU MD3 bertentangan dengan UUD 1945 sepanjang tidak dimaknai persetujuan tertulis dari Presiden. Dan penyidikan serta pemanggilan harus melalui persetujuan tertulis dari Presiden," ujar ketua majelis hakim, Arief Hidayat saat membacakan putusannya di Mahkamah Konstitusi (MK), Jl Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Selasa (22/9/2015).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Menimbang bahwa anggota DPR dipilih melalui pemilihan umum, berdasarkan Pasal 20 ayat 1 UUD 1945 memiliki kekuasaan untuk membentuk UU dalam pelaksanaan kekuasaanya anggota DPR memiliki hak interpelasi, hak angket, menyatakan pendapat, hak mengajukan pertanyaan, hak menyampaikan usul dan hak imunitas sebagaimana diatur dalam pasal 20 ayat 1 Β UUD 1945," kata Adams.
Menurutnya hal tersebut harus diimbangi dengan perlindungan hukum yang memadai dan proporsional sehingga anggota DPR tidak dengan mudah dikriminalisasi pada saat dan atau dalam rangka menjalankan fungsi hak konstitusionalnya, sepanjang dilakukan dengan itikad baik menurut tanggung jawab.
Menurut MK adanya persyaratan tertulis dari MKD dalam hal pemanggilan dan permintaan keterangan dalam penyidikan Β terhadap anggota DPR bertentangan dengan persamaan kedudukan di dalam hukum pemerintahan.Β
"Menurut Mahkamah adanya persetujuan tertulis dari MKD kepada anggota DPR yang sedang dilakukan penyidikan menurut Mahkamah tidak tepat, karena MKD meskipun disebut mahkamah hukumnya adalah alat kelengkapan DPR dan merupakan lembaga etik yang tidak memiliki hubungan langsung dalam sistem peradilan pidana," kata Adams.
"Sehingga proses persetujuan tertulis untuk anggota DPR kepadanya, maka persetujuan tersebut harus dikeluarkan oleh presiden dalam kedudukannya sebagai kepala negara dan bukan oleh MKD," sambung Adams.
Menimbang bahwa satu bentuk perlindungan hukum yang memadai dan bersifat khusus untuk nggota DPR, adalah dengan adanya persetujuan tertulis dari Presiden dalam hal dipanggil dan dimintai keterangan karena diduga melakukan tindak pidana. Dan upaya untuk menegakkan mekanisme antara pemegang kekuasaan legislatif dan eksekutif, sehingga mahkamah berpendapat bahwa izin tertulis a quo berasal dari Presiden dan bukan berasal dari MKD.
"Menurut mahkamah izin tertulis dari Presiden juga harus berlaku untuk anggota MPR dan DPD sedangkan untuk anggota DPRD di provinsi kabupaten/kota pemanggilan dan permintaan keterangan untuk penyidikan harus mendapat persetujuan tertulis dari Mendagri," kata Wahiduddin.
Putusan ini berseberangan dengan semangat MK saat menghapus ketentuan penyidikan kepala daerah. Dalam putusan yang dibacakan pada 26 September 2012, MK memutuskan kejaksaan dan kepolisian dapat langsung memeriksa kepala daerah yang menjadi tersangka korupsi. Itu bisa dilakukan tanpa harus meminta izin terlebih dahulu kepada Presiden.
Namun, MK mempertahankan ketentuan bahwa izin Presiden itu tetap dibutuhkan jika kepolisian atau kejaksaan akan menahan kepala daerah yang tersangkut kasus korupsi. (rni/asp)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini