Dituding Duduki Tanah Keraton Tanpa Izin, 5 PKL di Yogya Digugat Pengusaha Rp 1,12 M

Dituding Duduki Tanah Keraton Tanpa Izin, 5 PKL di Yogya Digugat Pengusaha Rp 1,12 M

Sukma Indah Permana - detikNews
Senin, 14 Sep 2015 13:30 WIB
Foto: sukma indah
Yogyakarta - Lima pedagang kaki lima (PKL) di Yogyakarta digugat Rp 1,12 M oleh seorang pengusaha bernama Eka Aryawan karena dituding menempati tanah Keraton tanpa izin. Eka menggugat karena telah memegang izin dari Keraton untuk menggunakan tanah tersebut.

Tanah yang dimaksud terletak di perempatan Jalan Brigjen Katamso, Yogyakarta atau lebih dikenal dengan Perempatan Gondomanan.

"Kita sudah memakai tanah itu sejak tahun 1960-an, sejak Pakde saya," ujar Budiono kepada detikcom, Senin (14/9/2015).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Budiono merupakan pemilik kios duplikat kunci, sedangkan empat orang lainnya yakni Agung penjual stiker, Sutinah dan Suwarni pemilik warung nasi, dan Sugiyadi penjual Mi Jawa.

Tanah yang mereka tempati berukuran 5x5,6 meter ini memang berada di pusat kota Yogyakarta. Sehingga sangat strategis karena tak jauh dari Jalan Malioboro.

Budiono menjelaskan awalnya Eka datang padanya pada tahun 2011 dengan membawa surat kekancingan atau surat perjanjian pinjam pakai Tanah Milik Sri Sultan Hamengkubuwono Keraton Yogyakarta dari Keraton dengan nomor 203/HT/KPK/2011 yang berisi izin penggunaan lahan seluas 73 meter persegi.

Sejak saat itu pihak Eka beberapa kali datang ke warung Budi dkk untuk mengusir mereka. Kemudian saat itu, mereka meminta pendampingan kepada LBH Yogyakarta.

Akhirnya pada tahun 2013, kedua pihak melakukan kesepakatan. Dalam kesepakatan tersebut mereka melakukan pengukuran bersama dan menetapkan batas lahan kekancingan tersebut. Surat kesepakatan tersebut ditandatangani oleh kedua belah pihak beserta kepolisian dan LBH.

"Tapi tiba-tiba tanggal 20 Agustus kemarin saya dapat surat panggilan sidang dan gugatan perdata dari pihak Pak Eka," tutur Budiono.

"Jumlah gugatannya besar sekali Rp 1,12 miliar," imbuhnya.

Budiono mengaku dia dan teman-temannya merasa tak pernah diajak komunikasi sebelum datangnya gugatan ini. Budiono berharap dia dan teman-temannya tetap bisa berdagang di lokasi itu.

Tak hanya itu, dia juga menyayangkan pihak Keraton yang mengeluarkan surat kekancingan kepada Eka tanpa melihat dulu di lapangan.

"Kemarin kami sudah tapa pepe di depan Keraton, meminta agar Keraton mengizinkan kami berdagang di sana," kata Budiono.

Sidang perdana kasus ini digelar hari ini di PN Yogyakarta. Dipimpin oleh hakim Priyo Utomo, sidang dilanjutkan dengan agenda mediasi.

Kelima tergugat hadir didampingi LBH Yogyakarta sedangkan penggugat Eka diwakili oleh kuasa hukum Oncan Poerba. Disepakati hakim yang bertugas sebagai kuasa hukum yakni Sumedi.

Diwawancara setelah sidang selesai, Oncan menjelaskan bahwa gugatan merupakan langkah akhir dari proses tersebut. Dia bersikukuh berhak atas tanah yang diduduki Budi dkk.

"Dalam aturan batas mediasi 40 hari, syukur kalau bisa damai," kata Oncan.

Saat ditanyai jumlah gugatannya yang Rp 1,12 M, Oncan menjawab langkah ini sudah sangat manusiawi.

"Mereka tidak ada hak di situ. Itu (gugatan Rp 1,12 M) bagian untuk hukum bisa dilakukan secara adil," tuturnya. (sip/dra)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads