Pengadilan Berdarah dan Kisah Hakim Agung Indonesia yang Tidak Dikawal

Pengadilan Berdarah dan Kisah Hakim Agung Indonesia yang Tidak Dikawal

Andi Saputra - detikNews
Selasa, 16 Jun 2015 08:59 WIB
Jakarta - Kemacetan di seputaran Jalan Wahid Hasyim, Jakarta Pusat, membuat arus tersendat cukup lama beberapa waktu lalu. Sebuah Toyota Camry yang dinaiki seorang hakim agung sudah terjebak hingga 30 menit di menjelang perempatan lampu merah.

"Kita turun saja, jalan kaki, sudah dekat tempat makannya," katanya dengan santai sambil membuka pintu.

Sang hakim agung lalu turun dan jalan kaki. Tidak ada pengawal satu pun. Ia hanya berpesan kepada sopir supaya menunggu di parkiran sebuah tempat makan di seberang jalan. Lalu sang hakim agung berbaur dengan warga berjalan kaki di trotoar yang penuh polusi itu. Suara klakson saling sahut menyahut. Pemotor saling menerobos jalan satu dengan yang lain.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Apakah ia tidak takut ditembak?

"Ada Allah SWT," ujarnya singkat.

Kekhawatiran itu bukannya tanpa alasan. Sang hakim agung itu merupakan salah satu hakim agung di kamar pidana. Ia kerap menjatuhkan vonis mati kepada gembong narkoba, pembunuh dan juga menjatuhkan hukuman berat kepada para koruptor dan teroris. Saat itu, ia sedang mengadili peninjauan kembali (PK) gembong narkoba yang dieksekusi mati pada 28 April 2015 lalu.

Saat tiba di rumah makan, tidak ada protokoler yang mereservasi tempat. Ia memilih duduk di tengah-tengah masyarakat. Ia ikut antre memesan makanan hampir 30 menitan lamanya. Meski banyak pengunjung, tidak ada satu pun yang mengenali siapa orang yang sedang makan ini.
"Satu-satunya cara menghindari bahaya ya sebisa mungkin foto saya tidak ada di media massa," tuturnya. 

Ia memilih ikan tongkol, sayur pare, kerupuk dan teh manis. Setelah selesai makan, ia lalu bergegas ke mobil yang telah menunggunya. Hanya bersama sopir, ia menembus kemacetan Jakarta menuju apartemen pejabat negara.

Permasalahan pengamanan hakim belakangan ini kembali mencuat. Di Pengadilan Agama (PA) Batam, Rahmat menusuk istrinya, Sri, dan kakak istrinya, Umi, di ruang tunggu. Akibatnya, Umi tewas seketika. Rahmat menusuk karena ia tidak mau digugat cerai oleh Umi.

Di PA Majalengka, Wawan Indrawan (45) membawa celurit ke ruang sidang. Baru masuk ruangan, ia langsung menampar dan memukul istrinya Euis Endro Juanda (43) yang menggugat cerai dirinya. Ia lalu kabur dan ditangkap satpam.

Beberapa waktu lalu, seorang hakim agung Syaifudin Kartasasmita diberondong tembakan saat berangkat menuju kantornya.  (asp/ega)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads