Nilainya cukup besar, masing-masing orang mengalami kerugian sekitar Rp 800 juta. Saat ini kasus tersebut disidangkan di PN Jakarta Timur.
Dalam dakwaannya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Roni mengatakan, pada tahun 2011, Mukhitul menawarkan investasi dengan sistem bagi hasil sebesar 6 persen per bulan dari jumlah dana yang diinvestasikan sebesar Rp 800 juta. Terdakwa yang merupakan pimpinan kelompok pengajian ini, membawa nama PT Fattriyal Member (PT FM) yang berlokasi di Palembang, Sumatera Selatan dengan Faisol Muslim sebagai direkturnya.
Pada bulan pertama hingga bulan keenam, tersangka yaitu Mukhitul Mansub dan seorang kawannya, Dimin, rutin membayarkan keuntungannya kepada para investor. Namun pada bulan ketujuh mereka mengaku ada masalah di perusahaan sehingga keuntungan akan dirapel pada bulan ketujuh yang pada kenyataannya tidak terbayarkan hingga saat ini.
"Diduga terjadi perkara tindak pidana penipuan dan atau penggelapan dan atau pencucian uang sebagaimana dimaksudkan dalam pasal 378 KUHP dan atau pasal 372 KUHP dan atau pasal 3 UU RI no 8 tahun 2010 tentang pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang jo pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP," kata Roni dalam persidangan di PN Jaktim, Jl Penggilingan, Jakarta Timur, Selasa (19/5/2015).
Para investor itu juga dijanjikan, 65 persen uang mereka diasuransikan, sehingga tetap aman jika terjadi kerugian. Kemudian jika terjadi kerugian akibat peristiwa alam, para korban itu dijanjikan akan diganti 100 persen.
Salah seorang saksi korban yang hadir sebagai pengunjung sidang, Syaiful Marwan menjelaskan, investasi yang ditawarkan Mukhit berupa uang yang akan dikelola oleh PT FM untuk bisnis kelapa sawit. Karena merasa yakin dengan Mukhitul, ia dan istrinya menjual mobil dan meminjam uang kepada saudara dan temannya untuk menanam investasi di PT FM.
"Uang yang diperoleh selama 6 bulan dari PT FM sebesar Rp 183 juta," ujarnya.
Kuasa hukum korban, Ina Rahman menjelaskan, investasi yang dilakukan oleh Mukhit berskema ponzi. Semakin banyak investor baru atau downline, maka keuntungan akan semakin besar. Pembayaran bonus 6 persen tersebut, menurutnya, berasal dari Uang downline baru.
"Skema ponzinya adalah pembayaran bonus yang dilakukan itu diperoleh dari uang downline baru. Makin lama ketika orang sudah tidak mau join lagi, maka perusahaan akan hancur karena sudah tidak bisa bayar bonusnya," urai Ina.
(kff/fjp)