"Perasannya lega dan senang. Sempat was-was juga tadi sebelum dibacakan. Tapi setelah dibacakan, jadi senang," kata Apriandika di PN Kebumen kepada wartawan, Rabu (13/5/2015).
Apriandika sejak kecil tertulis berjenis kelamin perempuan. Selepas lulus SMK, ia merasa bahwa dirinya adalah lelaki sejati dan mengajukan permohonan itu ke PN Kebumen. Orang tua Apriandika telah cerai dan kini ia hidup bersama ibu dan 2 adiknya. Sehari-hari Apriandika menjadi tulang punggung keluarga mencari nafkah.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Saat mencari pekerjaan formal, langkahnya terhenti karena data kependudukan mencatatnya perempuan, sedangkan secara visual ia layaknya laki-laki.
Untuk memproses pengakuan ini, ia mendaftar permohonan ke PN Kebumen sebesar Rp 250 ribu. Untuk meyakinkan hakim tunggal Marolop Simamora, Apriandika menghadirkan dua saksi ahli yaitu dokter spesialis genetik kromosom dan dokter spesialis urologi. Sayang, Apriandika dan keluarganya tidak punya cukup memiliki uang karena berasal dari keluarga miskin.
Mendapati hal ini, PN Kebumen lalu menjembatani dengan memanggil dua saksi ahli itu ke persidangan. Dengan surat resmi dari PN Kebumen, dua ahli itu pun hadir ke persidangan dan Apriandika pun tidak mengeluarkan dana seperser pun untuk membayar kedua dokter ahli itu dalam memberikan kesaksian.
"Tapi setelah divonis tadi dan dihitung-hitung, masih ada sisa Rp 16 ribu dan langsung kita kembalikan," kata Humas PN Kebumen, Afit Rufiadi.
(asp/try)