"Putusan PN Bengkulu telah mengakui relasi kuasa sebagai akar masalah kekerasan seksual yang dialami perempuan korban," kata komisioner Komnas Perempuan, Sri Nurherwati dalam siaran pers yang diterima detikcom, Senin (16/2/2015).
Komnas Perempuan menyatakan majelis hakim berpihak pada korban yang mengatakan pentingnya mencegah pemahaman yang salah terhadap posisi korban kekerasan seksual yang selama ini selalu mendapatkan stigma yang negatif. Selain itu majelis hakim melihat kedudukan korban dengan pelaku sebagai kasus tindakan perkosaan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Majelis hakim tersebut terdiri dari Cipta Sinuraya sebagai ketua majelis dengan Rendra Yozar dan Syamsul Arief sebagai anggota majelis. Ketiganya dinilai Komnas Perempuan telah memahami adanya perkembangan kekerasan dan ancaman kekerasan seksual telah berkembang, bahkan dalam konteks kekerasan dalam pacaran.
"Pemahaman majelis hakim sangat tepat sasaran, bahwa korban dikondisikan dalam situasi rumit akibat relasi kuasa antara pelaku dan korban, yaitu pelaku melakukan pemaksaan dan korban dalam keadaan tak berdaya untuk menolak keinginan pelaku βadalah suatu ancaman kekerasan dan sebagai bentuk penemuan hukum," papar Sri.
Kekerasan seksual serupa dalam relasi pacaran dikenal sebagai eksploitasi seksual yang dalam perundang-undangan tidak mengenal kejahatan ini. Karena tidak ada aturan baku yang mengatur, maka seringkali pelaku mengalami impunitas.
"Untuk itu Komnas Perempuan memberikan rekomendasi sungguh-sungguh kepada Mahkamah Agung (MA) untuk memberikan dukungan kepada putusan PN Bengkulu dan menguatkannya sebagai yurisprudensi," pungkasnya.
(asp/mpr)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini