Hasil Analisis BMKG: Cuaca Buruk Faktor Pemicu Kecelakaan AirAsia QZ8501

AirAsia Ditemukan

Hasil Analisis BMKG: Cuaca Buruk Faktor Pemicu Kecelakaan AirAsia QZ8501

- detikNews
Senin, 05 Jan 2015 12:12 WIB
Citra Satelit Infrared
Jakarta - Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika melakukan analisis mendalam seputar cuaca di titik jatuhnya pesawat AirAsia QZ 8501 di Selat Karimata. Hasil analisis BMKG, faktor cuaca buruk menjadi pemicu kecelakaan pesawat yang mengangkut 162 orang tersebut.

"Berdasarkan data yang tersedia di lokasi terakhir pesawat yang diterima cuaca adalah faktor pemicu terjadinya kecelakaan tersebut," demikian kesimpulan analisis BMKG seputar jatuhnya pesawat AirAsia 8501 yang diberi judul 'Analisis Meteorologis Kecelakaan AirAsia QZ8501' yang dikutip detikcom dari situs BMKG, Senin (5/1/2015).

Analisis ini dilakukan oleh Kepala Penelitian dan Pengambangan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Prof Edvin Aldrian, dan timnya yakni Ferdika Amsal, Jose Rizal, dan Kadarsah.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Fenomena cuaca yang paling memungkinkan adalah terjadinya icing yang dapat menyebabkan mesin pesawat mengalami kerusakan karena pendinginan. Namun BMKG tak mengambil keputusan bahwa cuaca menjadi penyebab pasti jatuhnya pesawat tersebut.

"Hal ini hanyalah salah satu analisis kemungkinan yang terjadi berdasarkan data meteorologis yang ada, dan bukan merupakan keputusan akhir tentang penyebab terjadinya insiden tersebut," demikian lanjutan poin kesimpulan analisis BMKG.

Secara umum BMKG menganalisis kondisi gangguan cuaca skala regional yang muncul saat terjadinya kejadian kecelakaan pesawat Air Asia QZ 8501. Kondisi konvektifitas yang terjadi di sekitar wilayah terjadinya kecelakaan pesawat tersebut merupakan hal yang rutin terjadi pada bulan-bulan ini, ketika Inter Tropical Convergence Zone (ITCZ) bermigrasi ke selatan selama musim panas pada belahan bumi selatan. Kehadiran suhu permukaan laut yang cukup hangat bersamaan dengan berlimpahnya massa udara basah di bagian barat Indonesia membantu menciptakan lingkungan yang menguntungkan bagi pertumbuhan awan-awan badai berskala besar.

"Analisis kejadian ini adalah dengan menggunakan peta pada situs web server SSEC RealEarth, dengan menggabungkan antara peta regional dan MTSAT-2 10,8 IR (Infra Red) pada pukul 23.00 UTC seperti yang ditampilkan Gambar 6. Citra satelit menunjukkan bahwa ada kelompok awan-awan konvektif pada jalur penerbangan yang dilewati," papar para peneliti tersebut dalam jurnal resmi BMKG.

Saat kejadian citra satelit IR mengungkapkan bahwa suhu puncak awan mencapai -80 s/d -85 derajat celcius (warna violet), yang berarti terdapat butiran-butiran es di dalam awan tersebut (icing). Dengan menggunakan citra satelit visible, kita mendapatkan keterangan yang lebih jelas tentang identifikasi awan konvektif yang ada pada jalur penerbangan yang dilewati oleh Air Asia QZ 8501. Hal tersebut juga menunjukkan bukti bahwa ada beberapa puncak awan yang menjulang tinggi pada jalur penerbangan yang dilewati.

"Data udara atas pada saat kejadian yang diperoleh dari stasiun meteorologi Pangkal Pinang menunjukkan bahwa pesawat terbang dengan ketinggian jelajah 32.000 kaki atau dapat dikonversi sekitar 300 hPa (9750 Meter di atas permukaan tanah), suhu udara sekitar yang teramati pada ketinggian tersebut adalah -29.3 derajat celcius dan angin bertiup dari barat-daya dengan kecepatan 16 knot. Ketinggian lapisan tropopause yang diamati sekitar 100 hPa (pada ketinggian 54.265 feet atau 1.654 km), dengan suhu udara -86.5 derajat celcius mendekati suhu puncak awan yang didapat dari citra satelit IR," paparnya.

Analisis udara atas memperlihatkan adanya kondisi yang kering pada lapisan bawah (1000 – 800 Mb) yang berarti tidak terjadi konvektifitas yang cukup kuat pada saat kejadian. Pasokan massa udara yang lemah, dan kondisi labilitas atmosfer yang tidak cukup labil hingga lapisan atas, menunjukkan kemungkinan turbulensi atau terjadinya badai besar menjadi diragukan. Namun kondisi angin geser (wind shear) yang kuat (70 Kt) antara lapisan bawah dan lapisan atas (tropopause) cukup signifikan dan menjadikan kondisi lingkungan yang kondusif untuk sel-sel konvektifitas berumur panjang, dan kemungkinan dapat menjelaskan aktivitas awan-awan konvektif yang terjadi beberapa hari sebelumnya menjadi bersifat berkelanjutan di sekitaran Laut Jawa.

Selain itu, kejadian ini karena ketinggian lapisan tropopause yang cukup tinggi (56.000 feet), maka kondisi tersebut menyebabkan kondisi puncak awan yang menjulang tinggi hingga mencapai 50.000 feet. Atas dasar analisis itulah BMKG melihat faktor cuaca buruk menjadi salah satu kemungkinan pemicu jatuhnya AirAsia QZ8501.


(van/nrl)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads