Kuswanto (30) tidak akan pernah lupa kalimat itu. Matanya tertutup lakban dan kaki-tangannya diborgol saat kalimat ancaman itu meluncur dari mulut salah seorang penyidik Polres Kudus, di sebuah tanah lapang. Usai kalimat terucap, lehernya terasa dingin dan basah. Bau bensin terasa dekat di hidung. Seketika saja api membakar lehernya.
"Tidak ada niatan dari mereka untuk memadamkan apinya, justru saya sendiri yang memadamkan api itu," kisah Kuswanto saat ditemui di Gedung Divisi Humas Polri, Jl Senjaya, Jakarta Selatan, Senin (7/12/2014).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Hanya saya yang ditutup matanya, teman-teman saya tidak. Mereka lihat waktu saya disiksa (aparat)," kata pria bertato di dada ini.
Sejak peristiwa itu dia dan beberapa rekannya terpaksa menjadi tersangka. Tidak pernah ada proses pengadilan untuk membuktikan Kus dan beberapa rekannya bersalah atau tidak secara hukum.
"Kami dikasih Rp 30 juta yang diantar salah seorang penyidik dan tidak menuntut lagi," kata Kuswanto yang didampingi istrinya, Endang Susilawati (29).
Endang dan suami pun mau tidak mau menerima uang tersebut. Alasannya tak lain karena mereka tidak punya biaya untuk mengobati luka bakar yang dialami Kuswanto.
"Kalau tidak diterima, dari mana kami bayar biaya rumah sakit," kata Kuswanto.
Kini dia mendatangi Mabes Polri bersama tim dari Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (KontraS). Dia berharap laporan lima bulan lalu ke Propam Mabes Polri terhadap tindakan semena-mena aparat Polri diusut tuntas.
"Saya minta keadilan seadil-adilnya," kata Kuswanto yang saat ini masih terus menjalani pengobatan.
(ahy/fjp)