"Sesuai aturan, napi yang telah menjalani masa 2/3 tahanan, kami sebagai lembaga pembinaan wajib mengusulkan pembebasan bersyarat. Anggodo pun sudah membayar dendanya (Rp 150 juta), dia juga berkelakuan baik dan telah menjalani semua program di lapas," ujar Kabid Pembinaan Lapas Kelas IA Sukamiskin, Ahmad Hardi, saat dihubungi melalui telepon, Rabu (17/9/2014).
Menurutnya Anggodo tidak terkena aturan PP No 99 Tahun 2012 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan, sebab perkaranya sudah inkrah sebelum November 2012.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Anggodo divonis 10 tahun penjara. Ia mendapatkan remisi 29 bulan 10 hari. "Setelah dikurangi remisi, maka 2/3 masa tahanan Anggodo pada 18 Agustus," katanya.
Namun hingga kini pihak lapas belum menerima keputusan dari Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM. "Kami masih menunggu kapan PB-nya," ujar Hardi.
Hardi mengeluhkan soal anggapan dari pihak luar soal pengusulan pembebasan bersyarat bagi napi tipikor. "Seolah-olah kami melakukan kesalahan (dengan mengajukan PB). Padahal ini sudah sesuai undang-undang. Aturannya yang bicara begitu. Kalau kita tidak taat, kita yang salah," tegasnya.
Selain Anggodo, usulan PB bagi sejumlah napi tipikor lainnya pun belum keluar. "Saya lupa jumlahnya, tapi semua belum ada yang keluar. Enggak tahu kenapa," ujarnya yang mengaku setiap hari didatangi napi yang seharusnya telah mendapatkan PB.
(ern/ndr)