Kasus berawal saat adanya pembangunan masjid di Desa Simpangan, Kecamatan Cikarang Utara, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat. Untuk pembuatan masjid tersebut, warga setempat meminta bantuan kepada angota Fraksi Partai Demokrat itu agar mendapat bantuan dari Pemda. Teuku menyanggupi tapi dengan syarat dirinya mendapat fee 50 persen dari nilai bantuan yang mengucur.
Setelah lobi sana-sini, bantuan pun mengucur dari APBD Kab Bekasi 2011 dan 2012 sebesar Rp 1,2 miliar. Dari jumlah dana itu, Teuku lalu meminta jatah fee lobi Rp 625 juta. Kasus ini ternyata tercium dan Teuku pun harus mempertanggungjawabkan perbuatannya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Alhasil pada saat Pengadian Tipikor Bandung menjatuhkan hukuman 4 tahun penjara, Teuku tidak ditahan. Teuku tetap bisa menghirup udara bebas. Dalam vonis yang dibacakan pada 15 April 2014 itu, Teuku juga dihukum untuk mengembalikan uang Rp 625 juta fee pembangunan masjid.
Atas putusan itu, Teuku dan jaksa lalu banding. Dalam putusannya, Pengadilan Tinggi (PT) Bandung menambah hukuman Teuku satu tahun.
"Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa H Teuku Ihsan Hinda dengan pidana penjara selama 5 tahun," putus majelis PT Bandung sebagaimana dilansir di website PT Bandung, Selasa (19/8/2014).
Namun putusan tersebut terbelah terkait apakah Teuku harus segera ditahan atau tidak. Hakim ad hoc tipikor Irwan Rambe tegas menyatakan Teuku harus segera ditahan.
"Tindak pidana korupsi adalah tindak pidana khusus yang nyata sudah sangat merugikan kepentingan rakyat banyak serta merusak sendi-sendi bernegara yang penanganannya harus pula secara khusus dengan tidak melakukan disparitas dan diskriminasi perlakuan dalam hal penahanan terhadap terdakwa," ujar Irwan.
Menurut Irwan, cukup alasan objektif dan subjektif untuk menahan serta tidak terdapat alasan penghalang yang sah dan berdasarkan hukum untuk terdakwa ditahan dalam rumah tahanan negara melalui putusan pengadilan tingkat banding. Irwan berpendapat bahwa in casu dimungkinkan untuk hakim pengadilan tingkat banding memerintahkan untuk menahan terdakwa dengan menyebutkan dalam amar putusan 'memerintahkan agar terdakwa ditahan dalam Rumah Tahanan Negara'.
"Sedangkan pelaksanaannya sesuai tugas dan kewenangan diserahkan kepada jaksa," ujar Irwan.
Namun pendapat Irwan tersebut kalah suara. Dua hakim lainnya, Effendi Gaja dan Willem Saija memilih tidak perlu memerintahkan menahan Teuku.
"Dalam pemeriksaan tingkat banding, bilamana Terdakwa tidak ditahan maka dengan mengacu pada pasal 242 KUHAP, amar putusan tingkat banding tidak perlu memuat perintah agar Terdakwa ditahan," ujar majelis pada 3 Juli 2014 lalu.
(asp/nrl)