Nama Prabowo Subianto yang resmi terdaftar sebagai salah satu capres Indonesia menuai tanggapan otoritas Amerika Serikat. Sebabnya, AS harus menyambut kedatangan tokoh yang pernah ditolak masuk ke wilayah AS.
Seperti dilansir Reuters, Rabu (21/5/2014), Prabowo dituding terlibat penculikan, pelanggaran HAM dan percobaan kudeta setelah lengsernya Soeharto tahun 1998 lalu. Atas tudingan tersebut, Prabowo berulang kali membantah keterlibatannya.
Menurut New York Times, pada tahun 2000 lalu, Departemen Luar Negeri AS menolak visa Prabowo yang hendak berkunjung ke AS untuk menghadiri upacara kelulusan putranya di sebuah universitas di Boston. Namun saat itu tidak disebutkan alasan penolakan tersebut. Sedangkan kepada Reuters pada tahun 2012 lalu, Prabowo mengaku dirinya masih ditolak masuk ke AS.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sesuai undang-undang tahun 1998 yang berlaku di AS, otoritas AS menolak izin masuk bagi setiap warga asing yang melakukan pelanggaran kebebasan beragama. Namun setelah Modi dan partainya menang pemilu India pekan lalu, Presiden Barack Obama dengan segera meneleponnya untuk mengucapkan selamat dan juga mengundangnya datang ke Washington.
Menanggapi hal tersebut, Departemen Luar Negeri AS menyatakan, Modi akan mendapat visa A-1 khusus bagi kepala negara atau kepala pemerintahan. Visa A-1 memiliki kekebalan diplomatik dan diterbitkan secara otomatis, kecuali ada keberatan dari Presiden Obama. Obama memiliki wewenang untuk tidak memberi izin masuk kepada siapa saja yang terbukti melakukan kejahatan kemanusiaan atau pelanggaran HAM serius.
Ketika ditanyakan apakah Prabowo juga akan diperlakukan sama seperti Modi, jika nantinya dia memenangkan pemilu di Indonesia, seorang pejabat Departemen Luar Negeri AS menyampaikan respons yang sama dengan pernyataan untuk Modi. Pejabat tersebut juga menyatakan, pihaknya tidak bisa membahas persoalan visa masing-masing individu.
"Pemohon yang melakukan perjalanan bisnis resmi atas nama pemerintah mereka, juga tunduk pada ketentuan terbatas untuk memenuhi syarat di bawah hukum imigrasi AS. Namun, kami tidak bisa berspekulasi pada setiap hasil permohonan visa," jelas pejabat yang enggan disebut namanya tersebut.
"AS berkomitmen menjaga hubungan dekat dengan Indonesia dan mengharapkan agar hubungan tersebut terus berlanjut," imbuh pejabat tersebut.
Menilai kasus ini, sejumlah pengamat meyakini bahwa Prabowo, sama seperti Modi, akan mendapat visa untuk masuk ke AS jika dia menang pemilu. Ernie Bower, seorang pengamat khusus kawasan Asia Tenggara pada Pusat Kajian International dan Strategis menyebut kasus Prabowo ini merupakan 'sakit kepala' yang tidak diharapkan oleh AS yang tengah berusaha memperkuat posisinya di Asia Tenggara.
"Bagi AS, menjadi sangat penting untuk fokus pada mandat rakyat Indonesia. Washington harus merangkul dan bekerja sama dengan kandidat manapun yang terpilih," ucapnya merujuk pada dua capes Indonesia, yakni Prabowo dan Joko Widodo atau Jokowi yang akan berhadapan pada pemilu 9 Juli kelak.
(nvc/ita)