"Majelis ini tidak jujur, majelis ini menyembunyikan informasi, mengutip hanya separuh yang menguntungkan pihak yang mengajukan PK saja. Sehingga akibatnya, kami anggap layak beri sanksi enam bulan," ujar Komisioner KY Eman Suparman saat berbincang, Jumat (14/2/2014).
Eman menyebutkan, KY menemukan bahwa di dalam pertimbangan putusan itu majelis menuliskan pendapat Yahya dari bukunya. Kutipan itu intinya bahwa PK seharusnya diajukan oleh mereka yang menaati putusan.
"Ada satu hakim agung yang DO juga, bu Sri. Setelah kami periksa katanya, ya saya enggak mau memberikan PK kepada orang yang tidak menjalankan putusan. Yang terbukti selama ini kan enggak menjalani kewajibannya. Itu menjadi dasar kami," ucapnya.
KY menilai hal ini melanggar prinsip tidak jujur dan tidak profesional. Terlebih pelanggaran hukum acara beririsan dengan pelanggaran etika.
"Kalau mengabaikan sesuatu yang mempertimbangkan putusan, itu pelanggaran hukuman acara. Pelanggaran hukum acara adalah pelanggaran etika juga. Sehingga kami menyimpulkan bahwa MA tidak bisa mengatakan itu teknis yudisial. Kami tidak menilai putusan benar atau salah. Tapi hakimnya ketika memutus beretika atau tidak," jelasnya.
Lima hakim agung yang duduk sebagai majelis hakim PK Timan yaitu Suhadi, Sofyan Marthabaya, Andi Samsan Nganro dan Abdul Latief dan Sri Murwahyuni. Sementara Hakim Sri ada dalam posisi dissenting opinion.
Sudjiono Timan sempat dilepaskan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jakel) pada 2002 dalam dakwaan korupsi Rp 2 triliun dana BUMN PT BPUI. Pada 2004, di tingkat kasasi Timan dijatuhi hukuman 15 tahun penjara dengan pidana ganti rugi Rp 1,2 triliun. Sembilan tahun setelahnya atau tepat 31 Juli 2013, Timan kembali dilepaskan di tingkat PK.
(dha/rvk)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini