Keterangan ini disampaikan Bambang Harymurti, yang merupakan salah seorang keluarga Mario Alisjahbana, putra Sutan Takdir Alisjahbana. "Jesudass Sebastian dalam pengakuannya kepada saya bukan diperas, tapi dia memang bekerja sama dengan polisi untuk bagi-bagi hasil nego dengan Mario Alisjahbana kalau berhasil mendapatkan uang dari Mario," kata Bambang mengklarifikasi berita sebelumnya yang berjudul 'Oknum Polisi Minta Uang Rp 3 M Lebih Agar Kasus DiprosesΒ ' yang dipublikasikan pada Selasa (31/5/2011).
Dalam pengakuannya itu, lanjut Bambang, Jesudass mengaku telah membayar Rp 500 juta dan memperkirakan akan memberi polisi lagi sekitar Rp 2 miliar sampai 2,5 miliar lagi kalau berhasil membuat Mario membayar. "Mario menolak diperas dan melaporkan upaya Jesudass menjadikan polisi sebagai debt collector komersial ini ke Divisi Propam Polda Metro. Rekaman bukti pengakuan itu ada pada saya," jelas Bambang.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Bambang, pada Oktober 2010, dirinya bertemu Jesudass. Dalam pertemuan itu, Jesudass tidak mau menyelesaikan masalah bisnis dengan Mario itu secara perdata. Bahkan, Jesudass saat itu mengaku sudah membayar polisi Rp 500 juta untuk memuluskan kasusnya.
"Beberapa kali pertemuan saya dengan Jesudass, ujung-ujungnya maunya apa nih. Dia bilang 'rugi nih'. Saya bilang 'Kalau rugi ya perdata'. Dia jawab 'Wah kalau perdata lama donk'", kata Bambang dalam jumpa pers.
"Akhirnya saya bilang, ini bisnis. Kalau ada masalah, Mario sama Jesudass kan partneran. Silakan kompromilah. Jesudass bilang," Kagak punya duit. Mau lebaran, buat polisi mau lebaran minta Rp 3 miliar. Setelah tawar-tawar-tawaran jadinya Rp 2,5 miliar," tandas Bambang Harymurti yang merekam pembicaraan tersebut.
Jesudass mengiming-imingi uang Rp 2,5 miliar itu disebabkan tidak puas bila kasus utang-piutang dengan Mario hanya diselesaikan dengan perdata. Sebastian hendak menggertak dan membawa kasus tersebut ke arah pidana.
Nah, pihak Mario sudah melaporkan rekaman pengakuan Jesudass yang telah memberi uang polisi Rp 500 juta dan menjanjikan total Rp 2,5 miliar itu kepada Propam Polda Metro Jaya pada Oktober 2010. Menurut Bambang, kasus pidana yang dilaporkan Jesudass pun akhirnya diekspose di Polda Metro Jaya dan Mabes Polri. Hasilnya, kasus antara Mario dan Jesudass itu kasus murni perdata. Begitu juga dengan kesimpulan kejaksaan.
"Kita konsultasi dengan polisi yang baik-baik bagaimana membersihkan ini. Saya bilang, sudah ikuti prosedur saja. Kalau ada perkara pidana ya perkarakan saja. Tapi setelah gelar perkara, polisi bilang nggak ada pidananya. Jaksa juga ngomong begitu. Nah ini di pengadilan ngomong sebaliknya. PN Selatan tahu sendirilah," tandas Bambang mengomentari dimenangkannya gugatan praperadilan Jesudass.
Bagaimana sebenarnya kasus ini terjadi? Pihak Mario memberikan penjelasan sebagai berikut:
Akta Pengakuan Utang sebesar AUD 2.85 juta bukan dikarenakan Mario Alisjahbana sedang membutuhkan dana segar, justru sebaliknya pada saat itu PT Pustaka Widya Utama, perusahaan milik Jesudass Sebastian memiliki hutang dagang sebesar Rp 7,45 Miliar kepada PT Dian Rakyat, perusahaan yang dipimpin oleh Mario Alisjahbana. Jesudass kemudian menjual perusahaan miliknya itu kepada Mario Alisjahbana dengan harga AUD 2,85 Juta. Sebagai mekanisme pembayaran, dibuatlah Akta Pengakuan Hutang sebesar AUD 2,85 yang akan dicicil selama 10 kali selama 10 tahun, dengan jaminan saham-saham yang dibeli tersebut. Cicilan pertama dan cicilan kedua berjalan lancar. Pada tahun ketiga yaitu tahun 2008, pemerintah meluncurkan program Buku Sekolah Elektronik (BSE) yang telah membuat banyak perusahaan penerbitan buku sekolah mengalami kerugian yang dahsyat, termasuk PT Pustaka Widya Utama, perusahaan yang sahamnya dibeli oleh Mario tersebut. Sebagai akibatnya Mario kesulitan untuk membayar cicilan yang ketiga.
Atas dasar itu, Jesudass melelang sisa saham yang dijaminkan kepadanya, sebanyak 1.975 lembar. Anak buah Jesudass yang bernama Suroto, disuruhnya ikut dalam lelang dan memenangkannya. Namun demikian Suroto kemudian disuruhnya untuk tidak membayar saham yang telah dimenangkannya tersebut.
Mario tidak pernah menjual saham-saham tersebut kepada pihak ketiga, walaupun mempunyai hak untuk menjual 500 saham yang telah bebas dari gadai karena telah dicicil melalui cicilan pertama dan kedua (pasal 2 akte pengakuan hutang), proses penyidikan selama satu tahun yang telah melibatkan 21 saksi dan 6 kali gelar perkara tidak menemukan bukti bahwa Mario menjual saham-saham tersebut kepada pihak ketiga.
(Ari/anw)