Terpidana Narkoba Seumur Hidup Minta Boleh PK Berkali-Kali ke MK

Terpidana Narkoba Seumur Hidup Minta Boleh PK Berkali-Kali ke MK

- detikNews
Jumat, 15 Apr 2011 13:35 WIB
Jakarta - Terpidana seumur hidup dalam kasus narkoba, Liem Marita memohonkan uji materi meminta dibolehkannya upaya hukum luar biasa Permohonan Kembali (PK) lebih dari satu kali. Namun permintaan ini ditolak Mahkamah Konstitusi (MK) karena jika tidak dibatasi maka akan terjadi ketidakjelasan hukum.

"Permohonan pemohon ditolak, dengan pertimbangan hukum jika ketentuan permohonan peninjauan kembali sebagai upaya hukum luar biasa tidak dibatasi maka akan terjadi ketidakjelasan dan ketidakpastian hukum sampai beberapa kali peninjauan kembali dapat dilakukan," tutur Hakim Konstitusi Hamdan Zoelva saat membacakan putusan MK dalam sidang yang digelar di Gedung MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Jumat (15/4/2011).

MK berpendapat, permohonan Liem, yang meminta dihapuskannya ketentuan yang mengatur bahwa permintaan, putusan peninjauan kembali hanya satu kali dan tak bisa dilakukan peninjauan kembali, sudah pernah digugat dan sudah diputuskan oleh MK sebelumnya. Putusan itu bernomor 16/PUU-VIII/2010, tertanggal 15 Desember 2010. Tidak hanya itu, PK yang lebih dari satu akan menimbulkan ketidakpastian hukum yang adil, seperti diamanahkan UUD 1945.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Dalam kasus a quo tidak ada pelanggaran terhadap prinsip pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil terhadap setiap orang," terangnya.

Seperti diketahui, terpidana seumur hidup kasus narkoba, Liem Marita, mengajukan uji materi Pasal 24 ayat (2) UU No. 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, Pasal 66 ayat (1) UU No. 14 tahun 1985 tentang Mahkamah Agung (MA), dan Pasal 268 ayat (3) KUHAP yang mengatur Peninjauan Kembali (PK) hanya bisa diajukan satu kali ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Menurut Kuasa Hukum Liem, Muhammad Burhanuddin, aturan PK yang hanya sekali berpotensi menghilangkan hak masyarakat, khususnya pemohon untuk mendapatkan keadilan. Burhanuddin menilai aturan PK satu kali ini bertentangan dengan Pasal 1 ayat (3) dan Pasal 28 D ayat (1) UUD 1945 sepanjang untuk perkara pidana yang dijatuhi hukuman pidana mati atau seumur hidup.

(asp/nwk)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads