Namun beruntung, bentrokan tidak terjadi. Gerombolan preman bayaran tersebut memilih balik badan, mengingat ratusan warga telah menghadang jalan dan siap dengan berbagai senjata.
"Kalau mereka tetap naik pasti ada pertumpahan daerah," kata Tahroni, salah satu ketua organisasi tani 'Omah Tani', di desa Tumbrep, Bandar, Batang, Jawa Tengah, Selasa (6/12/2010).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ya gimana, warga di sini memang tidak punya tanah. Sementara tanah diterlantarkan, perusahaan juga sudah tidak punya karyawan dan kantor lagi," kata Tahroni.
Sejak kejadian itulah, warga di Bandar tidak pernah lengah. Tiap hari tanah milik desa, yang dulu dirampas pemerintahan Orde Baru dan HGU-nya diberikan ke PT Tratak, itu dijaga oleh warga siang malam. Bahkan sejak siang mencekam itu, warga selalu mengaji tiap malam.
"Kita membaca salawat Nariyah tiap malam. Doa sama Yang Kuasa agar perjalanan ini selamat," katanya.
Ropiah, ketua divisi perempuan Omah Tani, mengatakan, pengajian dilakukan tiap malam di Posko Omah Tani dan dihadiri kurang lebih seratus orang. Selama seminggu, tiap desa di kecamatan Bandar bergiliran menggelar pengajian tersebut.
Hebatnya, meski pengajian sudah berjalan selama tiga setengah tahun, jumlah mereka tidak pernah berkurang. Perjuangan yang mulai menememukan titik terang justru semakin membuat mereka lebih giat beribadah kepada Yang Kuasa.
Ropiah berjanji, dia dan rekan-rekannya tidak akan berhenti mengaji meski kelak akan mendapatkan redistribusi tanah. Redistribusi tanah bekas PT Tratak rencanannya dilakukan Badan Pertanahan Nasional awal tahun depan.
"Kita akan tetap berjuang dan berdoa buat orang-orang yang belum mendapatkan tanah. Tanah adalah sumber kehidupan kami," kata Ropiah.
(lrn/mad)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini