Kian Keramat di Kala Jumat

Karanganyar - Pada hari biasa, tak ada yang spesial di Astana Mangadeg, tempat Pangeran Sambernyowo dimakamkan. Tapi pada malam Jumat Kliwon, puluhan hingga ratusan orang rela berdesakan mencari 'berkah' di makam yang dikeramatkan itu.

Astana Mangadeg ini berada di dekat Astana Giribangun, makam keluarga Pak Harto. Astana Mangadeg lebih dulu ada dibanding Giribangun. Namun tak bisa dipungkiri, saat ini nama Astana Giribangun lebih terkenal dibanding Astana Mangadeg.

Sejak Kamis hingga Jumat (18/1/2008) pagi, pengunjung datang bergelombang. Ada yang berasal dari Karanganyar, namun tak sedikit yang datang dari luar kota. Itu terlihat dari mobil-mobil yang diparkir di bawah Astana Mangadeg.

Bagi para pengunjung pemula, berziarah di makam Mangkunegoro I atau lebih dikenal dengan Pangeran Sambernyowo itu bukan hal mudah. Perlu mengetahui aturan yang sudah ditetapkan.

"Kalau sudah masuk kompleks (makam Mangkunegoro), jangan berjalan berdiri, tapi bersimpuh ya," kata seorang peziarah, Afri (28), kepada detikcom.

Afri, perempuan berjilbab itu segera mengenakan jarik sesaat sebelum memasuki kompleks makam. "Kalau laki-laki, yang penting sopan," tambahnya sambil menenteng bunga.

Aroma mewangi bunga tersebar di pemakaman yang terletak pada ketinggian 750 meter dpl itu. Pengunjung tak hanya berziarah, tapi ada juga menginap. "Mereka di sini dengan berbagai tujuan," kata warga setempat, Arif (57) ketika ditemui di rumahnya tak jauh dari pintu masuk Astana Mangadeg.

Arif yang mengaku pernah menginap 40 hari di Astana Mangadeg demi kelancaran pernikahan anaknya mengatakan, pada Jumat Kliwon, jumlah pengunjung lebih banyak di banding hari biasa. Konon, hari itu merupakan waktu spesial mencari 'petunjuk'.

Selain Jumat Kliwon, waktu yang cukup dikeramatkan adalah Selasa Pahing dan malam 1 Suro. "Pada hari-hari itu, konon pusaka kraton muncul. Karena itu, ada pengunjung yang mendapatkan keris, akik, atau benda-benda lain," jelas dia.

Tak ada yang tahu pasti bagaimana kekeramatan Astana Mangadeg berawal. Sejak tinggal di bawah perbukitan Mangadeg, warga sudah punya 'pengetahuan' bahwa makam tersebut menyimpan sakralitas.

"Percaya atau tidak, yang penting tidak menyepelekan saja. Ada banyak kisah yang tak bisa dinalar, namun betul-betul terjadi," kata Arif.

Arif mengisahkan, dulu ada tiga orang dari Klaten datang ke Astana Giribangun. Salah satunya berguman dengan nada menyepelekan. Ketika menuju pemakaman, kaki orang itu terantuk jalan. Setelah dibawa ke RS, tak lama kemudian orang itu mati tanpa sebab yang jelas. (try/asy)