"Saya tahu persis aliran dana itu, karena saya dulu menjabat direktur keuangan perusahaan tersebut," kata eks direktur keuangan PT Kiani Sakti, Ahmad Kuntjoro, dalam sidang gugatan perdata pemerintah terhadap Soeharto dan Yayasan Supersemar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jl Ampera Raya, Jakarta Selatan, Selasa (27/11/2007).
Selain Kuntjoro, Jaksa Pengacara Negara (JPN) pada kesempatan itu menghadirkan 3 orang saksi lainnya. Mereka adalah 2 orang eks penyidik kasus pidana Soeharto, Patuan Siahaan dan Agus Noto, dan eks direktur keuangan PT Sempati Air Edi Pramono.
Kuntjoro menjelaskan, dana yayasan tersebut disalurkan ke PT Kiani Sakti dalam bentuk pinjaman. Pinjaman itu dikenai bunga 16 persen per tahun.
Namun, dalam nota perjanjian utang-piutang yang ditandatangani kedua belah pihak pada tahun 1995 lalu, Kuntjoro menyebutkan, PT Kiani Sakti tidak menyertakan jaminan apa pun.
Dari total pinjaman Rp 150 milliar, kata Kuntjoro, PT Kiani Sakti hanya mengembalikan sebesar Rp 112,5 miliar kepada Yayasan Supersemar. Sisanya belum dibayar hingga kini.
"Pernah ditagih oleh yayasan, namun tidak pernah dibayar," ujarnya dalam sidang yang dipimpin hakim ketua Wahjono itu.
Kuntjoro mengatakan, bisnis PT Kiani Sakti tidak ada kaitannya sama sekali dengan Yayasan Supersemar. Sementara Supersemar bergerak di bidang sosial pendidikan, perusahaan itu berbisnis alat-alat dapur.
(irw/nrl)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini