Soal Sutiyoso, RI Jangan Terjebak Nasionalisme Sempit

Soal Sutiyoso, RI Jangan Terjebak Nasionalisme Sempit

- detikNews
Rabu, 30 Mei 2007 10:14 WIB
Jakarta - Insiden pemanggilan sidang Gubernur DKI Jakarta Sutiyoso oleh polisi Australia harus disikapi dengan bijaksana. Semua pihak jangan terjebak pada nasionalisme yang sempit.Hal tersebut disampaikan Koordinator Komite Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Usman Hamid kepada detikcom, Rabu (30/5/2007)."Berbeda dengan di Indonesia, Australia sangat menghormati kekuasaan pengadilan. Kekuasaan lembaga pengadilan di Australia sangat independen. Kasus intervensi, KKN dan sebagainya terhadap pengadilan di sana sangat minimal," ungkap Usman.Karena itu, sambung Usman, kita tidak bisa memberikan generalisasi pemanggilan Sutiyoso dengan nasionalisme yang sempit. Terlebih membandingkan langkah hukum Australia dengan pengalaman di Indonesia."Itu sangat tidak fair. Toh ini baru masalah pemeriksaan terhadap kasus pembunuhan warga Australia. Jadi persoalan hukum dan politik harus dibedakan," ujar Usman.Usman menjelaskan, dalam hukum internasional, banyak negara menganut sistem yuridiksi uiversal. Sistem ini semacam kewenangan yang dimiliki oleh negara-negara anggota PBB, terutama yang telah meratifikasi konvensi antipenyiksaan.Negara yang menganut sistem ini dapat melakukan penuntutan terhadap siapapun tanpa peduli warga negara manapun, tanpa peduli terjadi di mana pun untuk diadili dalam mekanisme pegadilan nasional mereka."Misalnya penangkapan Jenderal Agustino Pinochet oleh polisi Inggris atas permintaan Spanyol. Padahal dia melakukan kejahatan di Cili, bukan di Inggris atau Spanyol," tutur Usman.Mengenai tindakan polisi Australia yang mencari Sutiyoso hingga ke kamarnya, Usman menilai, hal tersebut juga tidak terlalu penting untuk dipersoalkan. Tindakan polisi Australia itu merupakan bagian dari prosedur yang harus dilakukan."Kalau ada penyimpangan, toh kita bisa melakukan protes. Kita juga tidak bisa tinggal diam jika ada penyimpangan. Toh tidak ada negara yang bersih dari kesalahan dalam menghormati HAM," kata Usman.Namun, sambung dia, hal tersebut tetap harus dilakukan secara proporsional. Persoalan ini jangan ditanggapi dengan sikap nasionalisme yang kebablasan."Isi nasionalisme dengan nilai-nilai penegakan kemanusiaan dan HAM. Bukan dengan nilai-nilai dan klaim nasionalisme yang sempit seperti Orde Baru," pungkas Usman. (djo/sss)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads