Pak Koes dalam Kenangan
Melarang Tentara Masuk Kampus
Kamis, 08 Mar 2007 11:48 WIB
Jakarta - Meski menjadi rektor UGM di era rezim Orde Baru, bukan berarti Prof Koesnadi Hardjasumantri tunduk begitu saja. Pak Koes membebaskan mahasiswanya berekspresi dan melarang tentara memasuki kampus."Waktu itu setiap kegiatan mahasiwa, selalu dihadiri tentara. Pak Koes selalu bilang, tentara harus berada di luar kampus. Ini urusan saya, ini anak-anak saya," kenang mantan aktivis mahasiswa UGM 1980-an, Dadang Juliantara, dalam perbincangan dengan detikcom, Kamis (8/3/2007).Menurut Dadang, Pak Koes pernah juga mendampingi mahasiswa UGM mendatangi DPRD DIY untuk menyatakan penolakan terhadap Sumbangan Dana Sosial Berhadiah (SDSB). Pada saat itu, kondisinya tidak memungkinkan untuk demonstrasi karena bisa dianggap melakukan makar."Pak Koes tidak melarang mahasiswa menyampaikan pendapat. Untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan, dia sendiri yang mengantar teman-teman senat mahasiswa ke DPRD," cerita Dadang yang sempat mengenyam bangku kuliah di Fakultas MIPA UGM angkatan 1985 itu.Dadang saat Pak Koes menjadi rektor (1986-1990) merupakan aktivis Forum Komunikasi Senat Mahasiswa dan Badan Perwakilan Mahasiswa UGM. Forum tersebut merupakan embrio Senat Mahasiswa Perguruan Tinggi (SMPT) yang baru bisa berdiri tahun 1992.Seperti diketahui, lembaga mahasiswa tingkat universitas dibubarkan secara paksa sejak awal 1980-an melalui Normalisasi Kehidupan Kampus/Badan Koordinasi Kampus (NKK/BKK) oleh rezim Orde Baru. Di akhir 1980-an, muncul kembali gerakan mahasiswa untuk menghidupkan lembaga tingkat universitas itu."Lembaga mahasiswa itu hanya ada di fakultas-fakultas. Padahal ini universitas, bukan multifakultas. Sehingga pada tahun 1989, ketika Pak Koes masih rektor, kami mulai bersatu mengadakan Ospek mahasiswa se-universitas untuk pertama kalinya. Dan itu berkat Pak Koes juga yang tidak melarang," kata Dadang.Sehingga, menurut Dadang, Pak Koes telah menyemai benih-benih demokrasi di kala Orde Baru masih berkuasa. "Pak Koes itu perintis, dia menanamkan benih-benih demokrasi yang telah tumbuh sekarang," kata perintis LSM Lappera dan Forum LSM Yogyakarta itu.Bahkan, sampai Pak Koes wafat pun masih tersisa sebuah PR bagi Dadang. "Saya kebetulan hari-hari terakhir ini lagi intensif mau bikin SD baru bersama Pak Koes. Rencana bulan Juli nanti 18 SD baru didirikan di 17 kecamatan di Bantul," kata Dadang.
(aba/nrl)