MK Tolak Pencabutan UU Migas, Hanya 2 Ayat yang Dibatalkan
Selasa, 21 Des 2004 13:40 WIB
Jakarta - Mahkamah Konstitusi (MK) akhirnya menolak mencabut UU No.22/2001 tentang Migas. Dalam sidangnya hari ini, MK hanya memutuskan untuk membatalkan pasal 28 ayat 2 dan 3, serta merevisi dua pasal lainnya.Demikian keputusan sidang MK yang berlangsung selama satu jam di kantor MK, Jl. Medan Merdeka Barat, Jakarta, Selasa, (21/12/2004). "MK memutuskan mengabulkan sebagian permohonan pengujian UU No.22/2001 tentang Migas," kata Ketua MK Jimly Asshiddiqie.Pengujian UU Migas ini terhadao UUD 1945 bernomor perkara 002/PPU-I/2003, di mana pemohon judicial review adalah Asosiasi Penasihat Hukum dan Hak Azazi Manusia Indonesia (APHI), BPHI, Yayasan 324, Solidaritas Nusa Bangsa, Serikat Pekerja Pertamina, dan Dr. Ir. Panji R Hadinoto yang mewakili Universitas Perjuangan '45.MK menyatakan untuk dua pasal dari UU tersebut telah direvisi yakni pasal 12 ayat 3 yang berbunyi, menteri menetapkan badan usaha atau bentuk usaha tetap yang diberi wewenang melakukan usaha eksplorsi dan eksploitasi pada wilayah kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat 2. Untuk pasal ini MK merevisi kata-kata diberi wewenang.Pasal lainnya adalah pasal 22 ayat 1 yang berbunyi, badan usaha atau bentuk usaha tetap wajib menyerahkan paling banyak 25 persen bagiannya dari hasil produksi minyak bumi dan atau gas bumi untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Yang direvisi adalah kata-kata paling banyak.Dan satu pasal dibatalkan adalah pasal 28 ayat 2 dan 3, di mana ayat 2 berbunyi, harga bahan bakar minyak dan harga gas bumi diserahkan pada mekanisme persaingan usaha yang sehat dan wajar, dan ayat 3 yang berbunyi, pelaksanaan kebijaksanaan harga sebagaimana dimaksud dalam ayat 2 tidak mengurangi tanggung jawab sosial pemerintah terhadap golongan masyarakat tertentu.Usai pembacaan putusan tersebut, para pemohon yang berasal dari Forum Solidaritas Masyarakat Peduli Migas mengaku tidak puas. Mereka menilai MK berpihak kepada pemodal bukan kepada rakyat.Mereka mengaku kecewa karena saksi ahli yang boleh dihadirkan mereka hanya dua. Padahal mereka sudah memberikan daftar saksi-saksi yang akan diajukan. "Jimly penghiatan rakyat. MK hasil kompromi dengan pemerintah," teriak mereka.Sementara itu, di luar kantor MK, mantan pegawai PT Dirgantara Indonesia kembali merunjuk rasa setelah selesai berunjuk rasa di kantor KPK. Mereka juga mengaku kecewa dengan hasil sidang MK.Sebelumnya, dalam permohonan keenam pemohon, mereka meminta MK mengabulkan seluruh permohonan pemohon, menyatakan UU Migas bertentangan dengan Pasal 33 ayat 2 dan 3 UUD 1945, menyatakan UU migas tidak memiliki kekuatan mengikat danmemerintahkan pencabutan pengundangan UU No.22/2001 tentang migas dalam lembaran negara RI dan tambahan lembaran negara RI, atau setidak-tidaknya memerintahkan pemuatan petitum ini dalam lembaran negara RI dan tambahan lembaran negara RI.
(umi/)