Syarat Calon Independen Digugat, MK Diminta Izinkan Cagub Diusung Ormas

Syarat Calon Independen Digugat, MK Diminta Izinkan Cagub Diusung Ormas

Haris Fadhil - detikNews
Jumat, 28 Jun 2024 11:09 WIB
Gedung Mahkamah Konstitusi (MK)-(Anggi Muliawati/detikcom
Foto: Gedung Mahkamah Konstitusi (MK)-(Anggi Muliawati/detikcom)
Jakarta -

Tiga orang warga mengajukan gugatan terhadap syarat calon kepala daerah jalur perseorangan (independen) ke Mahkamah Konstitusi (MK). Pemohon meminta MK mengizinkan calon independen maju Pilkada jika mendapat dukungan organisasi kemasyarakatan (Ormas).

Permohonan ini diajukan oleh Ahmad Farisi, A Fahrur Rozi, dan Abdul Hakim. Permohonan mereka telah diregistrasi dengan nomor 43/PUU-XXII/2024.

Gugatan diajukan terhadap pasal Pasal 41 ayat (1) huruf a, b, c, d, e dan ayat (2) huruf a, b, c, d, e Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota Menjadi Undang-Undang.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pemohon menganggap pasal yang ada saat ini terkesan sebagai monopoli partai politik untuk mencegah calon perseorangan. Pemohon mengatakan syarat dukungan bagi calon perseorangan terus naik setiap menjelang Pemilu.

"Bahwa ketentuan tentang syarat pencalonan bagi calon perseorangan yang termuat dalam pasal a quo terkesan tak lebih dari sekadar monopoli partai politik melalui kuasa legislasi yang dimilikinya baik di Pemerintahan maupun di legislatif untuk mencegah munculnya calon perseorangan dalam pemilihan kepala daerah yang menjadi kompetitor bagi partai politik dalam kontestasi pemilihan kepala daerah. Dugaan monopoli syarat dukungan pencalonan kepala daerah jalur perseorangan oleh partai politik ini setidaknya dapat dilihat dari jumlah syarat dukungan yang terus naik secara tidak proporsional sehingga membuat banyak warga negara yang berkepentingan untuk mencalonkan/dicalonkan sebagai kepala daerah melalui jalur perseorangan haru mengalami kegagalan," ujar pemohon dalam berkas permohonannya dilihat dari situs MK, Jumat (28/6/2024).

ADVERTISEMENT

Pemohon juga menyebut syarat calon perseorangan yang ada saat ini telah memicu sejumlah Pilkada hanya diikuti calon tunggal. Padahal, menurut pemohon, kemungkinan calon kepala daerah jalur independen harusnya dapat mencegah calon tunggal.

"Sejak diperbolehkannya calon perseorangan dalam pemilihan kepala daerah, seharusnya partisipasi masyarakat untuk ikut serta dipilih sebagai kepala daerah semakin meningkat sehingga masyarakat mendapatkan banyak pilihan alternatif tentang siapa yang menurut rakyat layak menjadi kepala daerah mereka. Namun, fakta justru menunjukkan banyak daerah yang justru mengalami krisis kepemimpinan di mana Pilkada hanya diikuti oleh calon tunggal," ujar pemohon.

Simak juga Video 'Bahan Rapat Kurang, Sekjen MK Kena Tegur Pimpinan Komisi III DPR':

[Gambas:Video 20detik]

Simak selengkapnya di halaman selanjutnya.

Pemohon pun meminta agar syarat calon perseorangan yang ada saat ini diubah. Pemohon meminta agar calon perseorangan dapat maju Pilkada jika mendapat dukungan dari ormas.

"Syarat dukungan di atas adalah sangat rasional dan masuk akal mengingat organisasi masyarakat adalah komunitas yang berkaitan dan bersentuhan langsung dengan kebutuhan dan kepentingan masyarakat yang tergabung dalam sebuah perkumpulan. Misalkan, seperti perkumpulan nelayan, kelompok tani, perkumpulan pedagang, dan lain semacamnya yang eksis di skala provinsi, kabupaten dan/atau kota," ujarnya.

Berikut petitumnya:

1. Mengabulkan permohonan Para Pemohon untuk seluruhnya.

2. Menyatakan Pasal 41 ayat (1) huruf a, b, c, d, e Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota Menjadi Undang-Undang bertentangan dengan UUD NRI 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai "Calon perseorangan dapat mendaftarkan diri sebagai Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur jika memenuhi syarat dukungan dari organisasi masyarakat atau perkumpulan masyarakat yang tercacat dan terverifikasi oleh Gubernur/Bupati/Walikota setempat minimal 5 yang masing-masing tersebar di 5 kabupaten/kota".

3. Menyatakan Pasal 41 ayat (2) huruf a, b, c, d, e Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota Menjadi Undang-Undang bertentangan dengan UUD NRI 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai "Calon perseorangan dapat mendaftarkan diri sebagai calon Bupati dan Wakil Bupati serta Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota jika memenuhi syarat dukungan dari organisasi masyarakat atau perkumpulan masyarakat yang tercacat dan terverifikasi oleh Bupati/Walikota/Kecamatan setempat minimal 5 (untuk daerah kabupaten) dan 4 (untuk daerah kota) yang masing-masing tersebar di 5 kecamatan (untuk daerah kabupaten) dan 4 kecamatan (untuk daerah kota)".

4. Memerintahkan pemuatan putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya.

Apabila Majelis Hakim Konstitusi Republik Indonesia berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya (ex aequo et bono)

Simak juga Video 'Bahan Rapat Kurang, Sekjen MK Kena Tegur Pimpinan Komisi III DPR':

[Gambas:Video 20detik]



(haf/imk)



Hide Ads