Sejumlah mantan pimpinan Komnas (HAM) berkumpul dan menggelar konferensi pers terkait Pilpres 2024. Mereka menyoroti indeks hak asasi manusia Indonesia yang menurun versi World Justice Project.
Hal tersebut disampaikan Wakil Ketua Komnas HAM periode 2002-2007, Zumrotin K Susilo. Ia membacakan seruan keprihatinan dalam rangka menyelamatkan HAM melalui Pemilu 2024.
Turut hadir di lokasi, para mantan pimpinan Komnas HAM dari beberapa periode di antaranya Beka Ulung Hapsara, Sandra Moniaga, Ifdhal Kasim, Roychatul Aswidah, serta Amirudin Al Rahab.
"Indeks Hak Asasi Manusia dan the rule of law mengalami kemunduran sebagaimana dilaporkan oleh World Justice Project, yang akhir tahun lalu diluncurkan. Kami melihat merosotnya komitmen kepala negara dalam memajukan dan menegakkan HAM dan Rule of Law," kata Zumrotin dalam konferensi pers di AOne Jakarta, Menteng, Jumat (9/2/2024).
Ada empat seruan yang disampaikan para mantan Pimpinan Komnas HAM ini. Pertama, mereka menekankan mengenai pentingnya norma HAM sebagai nilai tertinggi dalam penyelenggaraan negara dan pemerintahan.
"Hak pilih dan dipilih merupakan hak yang strategis untuk menentukan masa depan bangsa. Maka berbagai bentuk pengingkaran terhadap norma-norma HAM dalam proses Pemilu 2024 dan Pilpres oleh, terutama, unsur-unsur negara harus dihentikan," ujar Zumrotin.
Kedua, para mantan pimpinan Komnas HAM menyatakan Pemilu merupakan sarana untuk menghormati dan memenuhi HAM. Terutama terkait hak memilih dan hak dipilih serta hak untuk berpartisipasi dalam pemerintahan
"Oleh karena itu Pemilu dan Pilpres harus berjalan dengan prinsip jujur dan adil (free and fair election). Semua bentuk kecurangan dan penyalahgunaan kekuasaan harus dicegah dan dihentikan. Presiden harus menjadi contoh dalam menjaga prinsip free and fair pada seluruh tahapan Pemilu dan Pilpres 2024 sehingga kemurnian suara rakyat terjaga," ujar Zumrotin.
Poin ketiga, para mantan pimpinan Komnas HAM ini mengingatkan bahwa segala bentuk intimidasi dan kecurangan merupakan bentuk pengkhianatan pada konstitusi. Oleh karena itu pencegahan harus dilakukan.
"Pencurian suara melalui berbagai kecurangan harus dicegah, kami menyerukan kepada penyelenggara Pemilu (KPU, Bawaslu, DKPP) berani bertindak tegas dan independen," ujar Zumrotin.
Terakhir, mereka mengingatkan Presiden mempunyai kewajiban jabatan tentang Pengadilan HAM sesuai amanat UU Nomor 26 Tahun 2000. Mereka meminta kewajiban itu dilaksanakan oleh Presiden.
(knv/fjp)