William Aditya Sarana menceritakan peristiwa dia membongkar rencana anggaran aneh 'Lem Aibon' Rp 82 miliar pada 2019. Namun dia kecewa karena tindakannya itu dianggap salah oleh Dewan Kehormatan (DK) DPRD DKI Jakarta.
William Sarana, saat itu berumur 23 tahun, baru dilantik menjadi anggota DPRD DKI periode 2019-2024. Tugas pertama DPRD saat itu adalah membahas rencana anggaran DKI Jakarta tahun 2020.
Saat mengecek rencana anggaran, dia melihat Suku Dinas Pendidikan Wilayah 1 Jakarta Barat menganggarkan lem Aibon untuk kegiatan Biaya Operasional Pendidikan Sekolah Dasar Negeri. Total anggarannya senilai Rp 82,8 miliar.
"Ini nggak bener, kita bersurat, tolong buka datanya karena publik berhak tahu anggaran, uang mereka ini dibelanjakan untuk apa. Mereka tak mau, mereka mau buka anggaran kalau ketok palu," kata William dalam segmen Waktunya Memilih! di detikPagi, Selasa (28/11/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Mendengar jawaban itu, akhirnya William membuka soal anggaran aneh itu ke media massa. Respons publik pun ramai karena pemberitaan soal anggaran 'Lem Aibon.'
Setelah itu, pihak eksekutif Pemerintah Provinsi DKI Jakarta memberi respons bahwa hal itu adalah kesalahan ketik atau input data. Namun, menurut William, terjadi banyak kesalahan saat itu.
"Karena (pemberitaan) sudah besar, mereka respons. Dan menyampaikan bahwa itu salah ketik. Salah ketik kok banyak? Bukan hanya lem Aibon, tapi pulpen, komputer, ada puluhan mata anggaran yang aneh. Apakah itu salah ketik semua?" katanya.
"Kalau itu salah ketik semua, ada yang nggak bener dalam proses penganggaran itu," katanya.
Dinilai Bersalah oleh DK DPRD DKI
William Sarana dilaporkan ke Dewan Kehormatan DPRD DKI Jakarta oleh Ketua Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dari Maju Kotanya Bahagia Warganya (Mat Bagan) Sugiyanto karena mengunggah anggaran 'Lem Aibon' di media sosialnya. Dia pun dinyatakan bersalah karena berbicara soal anggaran kepada publik.
"Pasal agak karet ya, dalam pasal kode etik kita (DPRD DKI) disampaikan bahwa seorang anggota Dewan harus kritis, dan ketika menyampaikan pendapat itu harus proporsional. Gua dianggap tidak proporsional. Badan Kehormatan memvonis bersalah," katanya.
Sebagai anak muda yang baru masuk menjadi anggota DPRD, William merasa kecewa. Dia merasa melakukan hal benar tapi dianggap salah.
"Waktu itu kecewa, kan masih anak muda, 23 tahun, kelar kuliah, ketika kita melakukan yang benar, kita dihukum. Itu kan suatu hal mengubah logika berpikir," katanya.
"Pas anak-anak, kalau kita salah, kan kita dihukum, tapi ini kita merasa sudah benar tapi bukan diapresiasi," katanya.
Menurut William, DK DPRD DKI memberikan apresiasi kepadanya karena kritis. Tapi dia tetap dinyatakan salah.
"Waktu itu diapresiasi, kritis bagus, tapi tidak proporsional," katanya.
(aik/aik)