Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) telah selesai membacakan putusan terhadap 21 laporan dugaan pelanggaran etik dengan terlapor para hakim konstitusi. Putusan MKMK tersebut mulai dari teguran lisan hingga pemberhentian dari jabatan.
Putusan itu dibacakan dalam sidang yang digelar di gedung MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Selasa (7/11/2023). Sidang tersebut dipimpin oleh majelis yang terdiri atas Ketua MKMK Jimly Asshiddiqie serta anggota Bintan R Saragih dan Wahiduddin Adams.
Putusan terhadap 21 laporan itu dibagi dalam empat putusan. Putusan yang pertama kali dibacakan ialah putusan yang berisi sanksi terhadap hakim MK secara kolektif, lalu dilanjutkan putusan yang berisi sanksi bagi individu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Berikut putusan lengkap yang telah dibacakan MKMK:
Teguran Lisan soal Kebocoran Putusan
MKMK awalnya membacakan putusan nomor 5/MKMK/L/10/2023 terkait laporan pelanggaran etik dengan terlapor enam hakim MK. Putusan ini terkait laporan dugaan kebocoran informasi dalam rapat permusyawaratan hakim (RPH).
"Majelis kehormatan tidak berwenang menilai putusan Mahkamah Konstitusi in casu Putusan Mahkamah konstitusi Nomor 90/PUU-XXI/2023," kata Ketua MKMK Jimly Asshiddiqiesaat membacakan kesimpulan.
"Hakim terlapor terbukti tidak dapat menjaga informasi rahasia dalam rapat permusyawaratan hakim yang bersifat tertutup sehingga melanggar prinsip kepantasan," sambungnya.
MKMK mengatakan para hakim terlapor terbukti bersama-sama melakukan pelanggaran. Para hakim itu dijatuhi sanksi terguran lisan.
"Memutuskan menyatakan para hakim terlapor secara bersama-sama terbukti melakukan pelanggaran terhadap kode etik," ucap Jimly.
"Sanksi teguran lisan secara kolektif," sambungnya.
Putusan ini terkait dengan laporan yang dilaporkan Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI), Tim Advokasi Peduli Hukum Indonesia (TAPHI), Advokat Pengawal Konstitusi, Perhimpunan Pemuda Madani, dan Alamsyah Hanafiah.
Simak Video 'Rangkuman Putusan MKMK: Saldi Tak Langgar Etik-Anwar Dicopot dari Ketua MK':
Simak selengkapnya di halaman berikutnya.
Berikut hakim terlapor yang masuk putusan ini:
1. Manahan M P Sitompul
2. Enny Nurbaningsih
3. Suhartoyo
4. Wahiduddin Adams
5. Daniel Yusmic Pancastaki Foekh
6. M Guntur Hamzah.
MKMK sebenarnya menyatakan sembilan hakim MK bertanggung jawab atas kebocoran ini. Namun, putusan terhadap tiga hakim lagi dibacakan secara terpisah karena tiga hakim lain juga dilaporkan soal pelanggaran lain.
Lalu, apa pertimbangan hakim dalam menjatuhkan sanksi teguran lisan itu?
"Hakim Konstitusi secara sendiri-sendiri dan bersama-sama harus memiliki tanggung jawab hukum dan moral untuk menjaga agar informasi rahasia yang dibahas dalam Rapat Permusyawaratan hakim tidak bocor keluar," ujar MKMK.
Saldi Isra Lolos dari Sanksi Terkait Dissenting Opinion
MKMK kemudian membacakan putusan nomor 3/MKMK/L/11/2023 terkait pelanggaran etik hakim Mahkamah Konstitusi (MK) dengan terlapor Wakil Ketua MK Saldi Isra. MKMK menyatakan Saldi tak melanggar kode etik terkait pendapat berbeda atau dissenting opinion dalam putusan MK nomor 90/PUU-XXI/2023.
"Dugaan pelanggaran kode etik dan perilaku hakim konstitusi terkait dissenting opinion terhadap hakim terlapor tidak terbukti melanggar kode etik dan perilaku hakim konstitusi," kata Ketua MKMK Jimly Asshiddiqie saat membacakan kesimpulan.
Putusan yang dibacakan itu terkait laporan dari Bob Hasan dkk yang tergabung dalam ARUN (Advokasi Rakyat Untuk Nusantara), Advokat Lingkar Nusantara (Advokat LISAN), LBH Cipta Karya Keadilan, serta TAPHI. Laporan terhadap Saldi Isra ini terkait dissenting opinion atau pendapat berbeda dalam putusan uji materi UU Pemilu yang mengubah syarat usia capres-cawapres.
Para pelapor menganggap dissenting opinion Saldi Isra itu menjatuhkan rekannya sesama hakim MK. MKMK menyatakan Saldi Isra tak dapat dinyatakan melanggar kode etik gara-gara dissenting opinion-nya.
"Hakim terlapor tidak terbukti melakukan pelanggaran kode etik sepanjang pendapat berbeda atau dissenting opinion," ucap Jimly.
Namun, Saldi tetap dijatuhi sanksi teguran lisan karena ikut bertanggung jawab atas kebocoran informasi dalam RPH kepada salah satu media massa. Kebocoran itu melanggar prinsip kesopanan dan kepantasan.
Simak selengkapnya di halaman berikutnya.
Sanksi Teguran Tertulis bagi Arief Hidayat
Selanjutnya, MKMK membacakan putusan nomor 4/MKMK/L/11/2023 dugaan pelanggaran etik hakim MK dengan terlapor hakim MK Arief Hidayat. Putusan ini terkait pendapat berbeda atau dissenting opinion Arief Hidayat dalam putusan MK nomor 90/PUU-XXI/2023 dan ucapan Arief di media massa.
"Tidak terbukti melakukan pelanggaran terhadap kode etik dan perilaku hakim konstitusi sepanjang terkait pendapat berbeda (dissenting opinion)," kata Ketua MKMK Jimly Asshiddiqie saat membacakan kesimpulan.
Putusan itu terkait laporan dari Bob Hasan dkk yang tergabung dalam Advokat Pengawal Konstitusi, Advokat Lingkar Nusantara (Advokat LISAN), LBH Cipta Karya Keadilan, serta Tim Advokasi Peduli Hukum Indonesia (TAPHI). Pelapor menganggap Arief Hidayat memuat pendapat provokatif dan membuka rahasia rapat permusyawaratan hakim dalam memutus uji materi UU Pemilu yang mengubah syarat usia capres-cawapres dalam dissenting opinion-nya.
MKMK juga memberikan pertimbangan soal pidato Arief dalam acara Konferensi Hukum Nasional. MKMK juga memberi pertimbangan terkait pernyataan Arief Hidayat yang merendahkan MK dalam wawancara dengan salah satu media. Pernyataan Arief di ruang publik itu lah yang mendapat sanksi teguran tertulis.
"Sepanjang terkait dengan pernyataan di ruang publik yang merendahkan martabat Mahkamah Konstitusi dan menjatuhkan sanksi teguran tertulis," ujar Jimly.
MKMK juga memberikan pertimbangan soal kebocoran informasi rapat permusyawaratan hakim (RPH) dalam uji materi UU Pemilu terkait syarat usia capres-cawapres. MKMK menganggap Arief ikut bertanggung jawab atas kebocoran itu dan ditegur secara lisan.
MKMK juga mengungkit soal Arief Hidayat pernah dijatuhi sanksi teguran lisan sebanyak tiga kali oleh Dewan Etik. Namun Dewan Etik itu sudah tak ada lagi sehingga sanksinya tidak dapat dibuat akumulatif.
Simak selengkapnya di halaman berikutnya.
Anwar Usman
Terakhir, MKMK membacakan putusan nomor 2/MKMK/L/11/2023. Putusan itu terkait dugaan pelanggaran etik hakim Mahkamah Konstitusi (MK) dengan terlapor Anwar Usman.
MKMK memutuskan Anwar melakukan pelanggaran etik berat. Anwar pun dijatuhi sanksi pemberhentian dari jabatan Ketua MK.
"Hakim terlapor terbukti melakukan pelanggaran berat," kata Ketua MKMK Jimly Asshiddiqie membacakan putusannya.
"Sanksi pemberhentian dari jabatan Ketua Mahkamah Konstitusi kepada hakim terlapor," sambungnya.
Putusan ini terkait laporan dari Denny Indrayana, PEREKAT Nusantara, TPDI, TAPP, Perhimpunan Pemuda Madani, PBHI, Tim Advokasi Peduli Hukum Indonesia, LBH Barisan Relawan Jalan Perubahan, para guru besar dan pengajar hukum yang tergabung dalam Constitutional Administrative Law Society (CALS), Advokat Pengawal Konstitusi, LBH Yusuf, Zico Leonardo Djagardo Simanjuntak, KIPP, Tumpak Nainggolan, BEM Unusia, Alamsyah Hanafiah, serta PADI.
MKMK mengawali pembacaan dengan menjelaskan soal putusan MK yang bersifat final dan mengikat. MKMK berpendirian menolak atau sekurang-kurangnya tidak mempertimbangkan permintaan pelapor untuk melakukan penilaian, membatalkan, koreksi, ataupun meninjau kembali putusan MK nomor 90/PUU-XXI/2023 yang mengubah syarat usia capres-cawapres. Putusan itu diketahui membuat warga negara Indonesia yang di bawah 40 tahun bisa menjadi capres atau cawapres asal pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih dalam pemilu atau pilkada.
MKMK selanjutnya membacakan kesimpulan soal laporan pelanggaran etik terhadap Anwar. Ada sejumlah laporan yang terbukti, yakni:
- Hakim terlapor tidak mengundurkan diri dari proses pemeriksaan dan pengambilan keputusan nomor 90/PUU-XXI/2023, terbukti melanggar Sapta Karsa Hutama, prinsip ketidakberpihakan, penerapan dan prinsip integritas.
- Hakim terlapor sebagai Ketua MK terbukti tidak menjalankan fungsi kepemimpinan secara optimal sehingga melanggar Sapta Karsa Hutama, prinsip kecakapan dan kesetaraan.
- Hakim terlapor terbukti dengan sengaja membuka ruang intervensi pihak luar dalam proses pengambilan putusan nomor 90/PUU-XXI/2023, sehingga melanggar Sapta Karsa Hutama prinsip independensi.
- Ceramah hakim terlapor mengenai kepemimpinan usia muda di Universitas Islam Sultan Agung Semarang, berkaitan erat dengan perkara menyangkut syarat usia capres cawapres sehingga terbukti melanggar Sapta Karsa Hutama prinsip ketakberpihakan.
- Hakim terlapor dan seluruh hakim konstitusi terbukti tidak menjaga keterangan atau informasi rahasia dalam rapat permusyawaratan hakim yang bersifat tertutup, sehingga melanggar prinsip kepantasan dan kesopanan.
Simak selengkapnya di halaman berikutnya.
Selain pemberhentian dari jabatan, MKMK juga menjatuhkan sanksi lain terhadap Anwar Usman. Berikut amar putusan lengkap MKMK terhadap Anwar Usman:
1. Hakim terlapor terbukti melakukan pelanggaran berat terhadap kode etik dan perilaku Hakim Konstitusi sebagaimana tertuang dalam Sapta Karsa Hutama, prinsip ketidakberpihakan, prinsip integritas, prinsip kecakapan dan kesetaraan, prinsip independensi, dan prinsip kepantasan dan kesopanan
2. Menjatuhkan sanksi pemberhentian dari jabatan Ketua Mahkamah Konstitusi kepada hakim terlapor
3. Memerintahkan Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi untuk dalam waktu 2x24 jam putusan ini selesai diucapkan, memimpin penyelenggaraan pemilihan pimpinan yang baru sesuai dengan peraturan perundang-undangan
4. Hakim terlapor tidak berhak untuk mencalonkan diri atau dicalonkan sebagai pimpinan Mahkamah Konstitusi sampai masa jabatan hakim terlapor sebagai Hakim Konstitusi berakhir
5. Hakim terlapor tidak diperkenankan terlibat atau melibatkan diri dalam pemeriksaan dan pengambilan keputusan dalam perkara perselisihan hasil pemilihan Presiden dan Wakil Presiden, pemilihan anggota DPR, DPD dan DPRD serta pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota yang memiliki potensi timbulnya benturan kepentingan.
Meski menyatakan Anwar melakukan pelanggaran etik berat, MKMK menegaskan putusannya tidak mengubah putusan MK soal syarat usia capres dan cawapres. MKMK menegaskan lembaganya tidak berwenang menilai ataupun mengubah putusan MK yang bersifat final dan mengikat itu.
Selain itu, terdapat dissenting opinion dalam putusan terhadap Anwar. Anggota MKMK Bintan menilai harusnya Anwar diberhentikan dari MK, bukan sekadar dicopot jabatannya.
(haf/aud)