Kondisi 'mental health' seseorang adalah hal yang penting, apalagi bila orang tersebut bertanggung jawab atas nasib suatu negara. Dalam Pilpres, ada tes kesehatan dan juga tes psikologi (psikotes) terhadap capres-cawapres.
Sepanjang gelaran Pemilu di negara ini, hasil tes kesehatan termasuk psikotes capres-cawapres tidak pernah diungkap ke publik. Kini Pemilu 2024 sudah semakin dekat. Perlukah hasil psikotes capres-cawapres dibuka ke publik agar 'mental health' dan karakter psikologi kandidat menjadi bahan pertimbangan rakyat menentukan pilihan?
Staf Peneliti di Pusat Riset Politik-Badan Riset dan Inovasi Nasional (PRP-BRIN), Wasisto Raharjo Jati, menilai hasil psikotes capres-cawapres perlu dibuka ke publik. Soalnya, perkara kesehatan capres-cawapres bukan lagi urusan pribadi melainkan urusan nasib publik.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Saya pikir perlu supaya itu menjadi pertimbangan publik dalam mengevaluasi dan menimbang capres pilihan mereka," kata Wasisto kepada detikcom, Kamis (24/8/2023).
Pentingnya psikotes atau tes kesehatan secara umum dinilainya sebagai upaya negara memperlihatkan ke publik bahwa kandidat yang bersangkutan mampu bekerja dengan baik di tengah banyaknya masalah negara dan dunia kelak, bila kandidat tersebut terpilih. Wasisto menilai tes itu bukan sekadar formalitas karena sudah pernah kejadian, seorang capres tidak lolos tes kesehatan.
"Gus Dur (Abdurrahman Wahid) pernah tidak lolos tes kesehatan ketika mau maju di Pilpres 2004," kata Wasisto.
Baca juga: Gus Dur Adukan KPU, Komnas HAM Ikut Prihatin |
Terlepas dari sejarah itu, publik perlu mengetahui karakter psikologis calon pemimpinnnya. Tentu tidak ada orang yang mau bila ternyata calon pemimpin tersebut punya bakat-bakat psikopat, bakat-bakat penyimpangan, bakat korupsi, atau secara psikologis punya potensi menjadi diktator. Publik mungkin juga ingin memilih calon dengan IQ tinggi, tanpa gangguan jiwa, dan tidak punya bakat korupsi. Dengan pendekatan sains, potensi-potensi negatif dan positif itu bisa coba diketahui lebih awal.
![]() |
Pengajar hukum pemilu Fakultas Hukum Indonesia sekaligus aktivis Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Titi Anggraini, menjelaskan hasil tes kesehatan capres hanya disampaikan dokter ke Komisi Pemilihan Umum (KPU). Belum pernah terjadi, hasil tes disampaikan ke publik. KPU bekerjasama dengan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dalam melaksanakan tes kesehatan.
Titi tidak setuju bila hasil tes itu diungkap ke publik. Soalnya, ini menyangkut informasi pribadi, bukan kepentingan publik.
"Menurut saya hasil pemeriksaan tidak perlu detil diungkap kepada publik. Namun, saat ada calon yang dinyatakan tidak lolos atau tidak memenuhi syarat, maka harus dijamin mekanisme bagi calon untuk mendapatkan penjelasan menyeluruh serta mengajukan keberatan atas keputusan tersebut," kata Titi.
Lantas, bagaimana menurut Anda? Apakah kondisi psikologi capres-cawapres (bahkan para caleg) perlu dibuka ke publik supaya menjadi bahan pertimbangan publik menentukan pilihan di bilik suara?
Simak juga Video: Survei SMRC: Elektabilitas Ganjar Rebound Ungguli Prabowo dan Anies