Dia mengatakan sejumlah platform digital memiliki keengganan untuk duduk bersama membahas moderasi konten. Menurutnya, hal itu menghambat upaya mengurangi hoax dan konten ujaran kebencian di media sosial.
"Kemarin saya diundang UNESCO untuk konferensi di Paris di markasnya UNESCO, konferensi itu mengundang semua platform digital untuk datang. Ada hal-hal menarik. Pertama, saya memperhatikan Meta nggak datang, TikTok nggak datang, Meta ada Instagram dan Facebook kan di sana, Twitter itu nggak datang. Elon Musk nggak datang, nggak mengirim delegasi. Padahal kalau kita mau platform digital bersih dari hoax, mereka harus mau diajak bicara. Tapi mereka nggak datang. Padahal UNESCO yang manggil," ujar dia.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Wijayanto mengatakan tak semua konten ujaran kebencian di medsos dapat terdeteksi lantaran perbedaan algoritma setiap platform digital. Dia menyebut kondisi itu juga diakui oleh platform digital, Meta.
"Nah mereka yang datang itu adalah ketika itu saya konfrontir, orang Meta mengatakan dia dari Ukraina kalau tidak salah, scientist, dia bilang kami menyadari kami memiliki kelemahan. Ada konten-konten tertentu yang tidak bisa mereka filter. Termasuk di dalamnya hate speech, hoax, yang sifatnya harus mikir itu nggak bisa karena algoritma Facebook dibikin engineer," katanya.
Dia mengatakan engineer platform medsos mengaku tak memahami hate speech, hoax, wacana analisis, hingga semiotika. Sementara, platform tersebut belum bisa melakukan penyaringan seperti saat menyaring konten ketelanjangan (nudity).
"Jadi artinya apa, masalahnya ada di engineer yang tidak peka pada konten sosial," ujar Wijayanto.
Wijayanto menyayangkan platform digital yang tidak mendatangkan engineer dalam pertemuan bersama. Dia menyebut platform digital jauh lebih banyak menghadirkan public relations (PR) sebagai perwakilan yang tak bersentuhan langsung dengan algoritma platform.
"Jadi, terus kemudian, hal lain adalah, selalu dikatakan ada algoritma dan lain-lain. Tapi bagaimana algoritma itu disusun dan cara kerjanya, logikanya seperti apa, kita tidak tahu, tidak transparan," ujarnya.
Dia mengatakan penyaringan konten ujaran kebencian di media sosial dapat dilakukan maksimal jika platform digital mau berdiskusi bersama. Dia menuturkan diskusi itu untuk membahas perbedaan dan kelemahan dalam menyaring konten ujaran kebencian.
"Nah kalau sudah diajak duduk bareng, bagaimana logic dari engineer-nya kita ketahui, baru bisa kita bicara apa perbedaan-perbedaan kita, apa yang bisa kita dialogaritmakan," ujarnya.
(jbr/jbr)