Suara Akademisi hingga Wali Kota Menolak Pemilu Coblos Gambar Partai

Suara Akademisi hingga Wali Kota Menolak Pemilu Coblos Gambar Partai

Tim detikcom - detikNews
Minggu, 12 Feb 2023 08:07 WIB
Jari tinta coblos. Ari Saputra/Ilustrasi/detikcom
Ilustrasi (Foto: Ari Saputra)

Bima Arya Nilai Kemunduran Demokrasi

Ketua DPP PAN Bima Arya angkat suara soal Mahkamah Konstitusi (MK) yang saat ini tengah memproses uji materiil UU Nomor 7/2017 tentang pemilu sistem proporsional terbuka atau sistem coblos nama caleg. Menurutnya, sistem proporsional tertutup adalah sebuah kemunduran demokrasi.

"Kalau kembali ke tertutup itu namanya kemunduran demokrasi," kata Bima kepada detikcom, Sabtu (11/2).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Wali Kota Bogor tersebut mengatakan bahwa demokrasi itu memberi pilihan kepada rakyat. Sistem proporsional terbuka dapat memberikan demokrasi kepada partai.

"Sistem terbuka itu membangun demokrasi internal partai. Kalau tertutup itu kembali kagi ke jaman oligarki elite," ucapnya.

ADVERTISEMENT

Beli Kucing Dalam Karung

Pengamat politik dari Universitas Paramadina, Ahmad Khoirul Umam, juga menilai sistem ini tidak baik. Dia menilai bisa menguatkan model kekuasaan partai.

"Sistem proporsional tertutup hanya akan menguatkan model kekuasaan partai yang sentralistik. Para legislator dan kader partai tidak akan lagi memiliki kemampuan untuk mengawasi dan mengoreksi roda kepemimpinan partai secara transparan dan akuntabel," ujar Pengamat politik dari Universitas Paramadina, Ahmad Khoirul Umam, kepada wartawan, Jumat (10/2).

Menurut Umam, sikap kritis para kader partai akan dengan mudah dibredel dengan 'tangan besi' pimpinan partai. Model semacam ini, kata Umam, lebih mirip dengan 'demokrasi terpimpin', yang dalam praktiknya lebih dekat dengan model semi-otokratik di internal partai.

"Money politics yang belakangan muncul di tengah masyarakat akan berkurang drastis dan kembali beralih ke dalam bentuk gratifikasi dan politik transaksional dari kader partai ke elit partai," ucap Umam.

"Model kekuasaan partai yang sentralistik ini akan memfasilitasi hadirnya relasi oligarki yang kuat, dimana perselingkuhan kekuasaan antara pengusaha, penguasa, dan elit politik akan semakin menggila. Akibatnya, kader partai menjadi semakin pragmatis," jelasnya.

Umam menjelaskan para kader nantinya akan merasa tidak perlu mengakar di masyarakat, asal dekat dengan elit partai, posisi mereka aman. Di sinilah, ujar Umam, esensi demokrasi menjadi hilang.

"Rakyat semakin kehilangan hak untuk menyampaikan aspirasinya kepada para wakil-wakil yang 'diklaim' mewakili rakyat di masing-masing Daerah Pemilihan. Kembali ke model 'beli kucing dalam karung'.




Hide Ads