Banjir Kritik untuk Wacana Coblos Gambar Partai Bukan Caleg di 2024

Banjir Kritik untuk Wacana Coblos Gambar Partai Bukan Caleg di 2024

Tim detikcom - detikNews
Sabtu, 31 Des 2022 08:55 WIB
Ilustrasi Bilik Suara
Ilustrasi kertas suara. (Foto: Pradita Utama/detikcom)
Jakarta -

Wacana penerapan sistem proporsional tertutup atau hanya mencoblos gambar partai, bukan caleg, di Pemilu 2024 belakangan menuai respons. Sistem proporsional tertutup ini tak ayal dibanjiri kritik dari kalangan partai politik (parpol).

Wacana ini mulanya disampaikan Ketua KPU Hasyim Asy'ari yang berbicara ada kemungkinan Pemilu 2024 kembali ke sistem proporsional tertutup. Hasyim mengungkapkan sistem itu sedang dibahas melalui sidang di Mahkamah Konstitusi (MK).

"Ada kemungkinan, saya belum berani berspekulasi, ada kemungkinan kembali ke sistem proporsional daftar calon tertutup," ujar Hasyim dalam sambutan acara Catatan Akhir Tahun 2022 KPU RI, di kantor KPU, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (29/12).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Hasyim mengatakan sistem proporsional terbuka dimulai sejak Pemilu 2009 berdasarkan putusan MK. Dia mengatakan dengan begitu, maka kemungkinan hanya keputusan MK yang dapat menutupnya kembali.

"Maka sejak itu Pemilu 2014, 2019, pembentuk norma UU tidak akan mengubah itu, karena kalau diubah tertutup kembali akan jadi sulit lagi ke MK," ujarnya.

ADVERTISEMENT

"Dengan begitu, kira-kira polanya kalau yang membuka itu MK, ada kemungkinan yang menutup MK," sambungnya.

Lalu bagaimana respons dari para parpol? Dirangkum detikcom, Jumat (30/12/2022), berikut deretan kritik parpol terkait wacana tersebut.

Golkar

Ketua Komisi II DPR Fraksi Golkar Ahmad Doli Kurnia mempertanyakan kapasitas Ketua KPU Hasyim Asy'ari soal pernyataan kemungkinan Pemilu 2024 kembali memakai sistem proporsional tertutup atau coblos hanya partai. Menurutnya hal itu hanya bisa terjadi jika ada revisi Undang-Undang yang prosesnya mesti matang.

"Itu saudara Hasyim dalam kapasitas apa mengeluarkan pernyataan seperti itu. KPU adalah institusi pelaksana Undang-Undang. Sementara bila ada perubahan sistem pemilu itu artinya ada perubahan Undang-Undang. Perubahan UU hanya terjadi bila ada revisi UU, terbitnya Perpu yang melibatkan DPR dan pemerintah atau berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi," kata Doli dalam keterangannya, Kamis (29/12/2022).

Waketum Golkar ini menyinggung pihak yang sedang mengajukan judicial review terkait pelaksanaan sistem Pemilu. Ia lantas mempertanyakan apakah Ketua KPU menjadi salah satu yang mendorong proses itu.

"Memang saya mendapatkan informasi bahwa ada pihak yang sedang mengajukan judicial review (JR). Apakah Hasyim menjadi bagian yang mendorong pihak yang mengajukan JR tersebut? Atau apakah MK sudah mengambil keputusan yang cuma Hasyim yang tahu?" ujarnya.

Lebih lanjut, Doli berharap MK bisa netral dalam menyikapinya isu ini. Menurutnya, pembahasan UU Pemilu, partai politik, dan UU politik mesti dilakukan dengan banyak pertimbangan.

"Jadi kalaupun mau diubah, harus melalui revisi UU yang harus dilakukan kembali lagi kajian yang serius. Karena itu akan menyangkut masa depan sistem politik dan demokrasi Indonesia," tutur Doli.

"Itulah kenapa dua tahun lalu Komisi II mendorong adanya revisi UU. Bila terjadi perubahan pasal secara parsial dan sporadis satu atau dua pasal berdasarkan putusan MK. Apalagi kita sudah memasuki tahapan Pemilu seperti saat ini, maka itu dapat menimbulkan kerumitan baru dan bisa memunculkan ketidakpastian hukum dalam pelaksanaan Pemilu 2024," sambungnya.

NasDem

Wakil Ketua Komisi II Fraksi NasDem Saan Mustopa menilai Hasyim sudah melampaui batas kewenangannya terkait pernyataannya soal kemungkinan Pemilu 2024 menerapkan sistem proporsional tertutup.

"Ketua KPU sudah melampaui batas kewenangannya dan bisa dikatakan melakukan intervensi terhadap perkara yang sedang berproses di MK," kata Saan kepada wartawan, Jumat (30/12/2022).

Sebabnya, kata Saan, Hasyim bisa dikatakan mengintervensi soal sistem proporsional tertutup yang kini perkaranya masih dibahas di MK. "Dan bisa dikatakan melakukan intervensi terhadap perkara yang sedang berproses di MK," imbuhnya.

Lebih lanjut, Saan mengatakan sistem proporsional tertutup merupakan sebuah kemunduran dalam demokrasi. Menurutnya, sistem ini juga bertentangan dengan kedaulatan rakyat.

"Kalau kembali ke sistem tertutup sebuah kemunduran dalam demokrasi, dan bertentangan dengan semangat kedaulatan rakyat," kata Sekretaris Fraksi NasDem DPR itu.

Simak kritik dari parpol lainnya di halaman berikut.

Simak juga Video: Hensat Prediksi Angka Elektabilitas Capres di 2023 Bakal Berubah

[Gambas:Video 20detik]






Hide Ads