Pro Kontra Muncul Buntut Saran Cawapres Tak Populer dari JK ke Anies

Pro Kontra Muncul Buntut Saran Cawapres Tak Populer dari JK ke Anies

Tim detikcom - detikNews
Minggu, 30 Okt 2022 08:07 WIB
Wapres Jusuf Kalla melepas ribuan peserta parade 100 hari menuju Asian Games 2018, di kawasan Silang Monas, Jakarta.
Anies Baswedan dan Jusuf Kalla (JK). (Rengga Sancaya/detikcom)
Jakarta -

Wakil Presiden ke-10 dan 12 Jusuf Kalla (JK) memberi saran kepada bakal calon presiden (capres) yang diusung Partai NasDem, Anies Baswedan, terkait calon wakil presiden (cawapres) bukan karena popularitasnya. Saran JK itu menuai pro kontra dari Koalisi Perubahan yang kini mesra dengan Anies.

JK menyarankan Anies memilih calon pendampingnya itu orang yang berpengalaman dalam membantu presiden. Popularitas menurut JK bukan faktor utama menentukan cawapres.

"Wakil itu pertama dinilai pertama bukan popularitas tapi dinilai bagaimana dia pengalaman membantu presiden. Coba lihat semuanya," kata JK di Hotel Kempinski, Jakarta Pusat, Jumat (28/10).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

JK mencontohkan sosok Wakil Presiden ke-11 Boediono dan Wakil Presiden Ma'ruf Amin. Menurutnya, kedua sosok tersebut mampu bekerja dengan baik dalam membantu presiden tanpa sekalipun berkampanye.

"(Contoh) saya dua kali wapres, Pak Boediono, Pak Kiai (Ma'ruf) pernah kampanye nggak? Nggak pernah. Harus tadi, harus bekerja dengan baik. Sehingga dilihat ini, harus menilai bisa bekerja sama atau bisa membantu," ucapnya.

ADVERTISEMENT

JK menyadari elektabilitas maupun popularitas pasti menjadi tolok ukur terhadap sosok cawapres yang akan dipilih Anies. Namun, dia meyakini masyarakat akan menilai apakah sosok itu bisa bekerja dengan baik atau sebaliknya.

"Tentu kalau dalam pemilu ya. Tapi orang elektabilitas dilihat dari apa yang dikerjakannya sekarang. Itu harus... tapi orang akan menilai dia sanggup bekerja tidak," ujarnya.

NasDem: Bisa Menang Nggak?

Partai NasDem yang mendeklarasikan Anies bicara soal cawapres ideal yang populer dan dapat bekerja. Menurut NasDem, popularitas dan hasil kerja cawapres pendamping Anies perlu diperhitungkan.

"Kalau tidak populer bisa menang nggak? Itu persoalannya. Jadi gini, idealnya memang yang populer dan bisa bekerja. Jadi siapa populer dan bekerja? Ya banyak," kata Ketua DPP Partai NasDem Effendi Choirie atau Gus Choi kepada wartawan, Sabtu (29/10).

Gus Choi menyebutkan sejumlah nama yang menurutnya punya popularitas-bekerja, tak populer-bekerja, populer-belum berpengalaman. Nama-nama tersebut memang dikaitkan dengan Anies untuk jadi cawapres pada 2024 nanti.

"Khofifah populer dan bisa bekerja, ya kan? Pokoknya itulah, NU dan perempuan, bisa bekerja. AHY memang belum punya pengalaman, (tapi) populer, belum punya pengalaman. Tapi nanti mungkin bisa saja bekerja, di tentara kan bisa bekerja juga. Aher mungkin populer juga, dua periode jadi gubernur, pasti bisa bekerja," ujar Gus Choi.

Simak juga 'Pak Luhut Mau Nggak Jadi Cawapres Anies? Ini Jawabannya':

[Gambas:Video 20detik]



"Panglima TNI juga oke, bekerja. Terus siapa lagi tokoh lain? Sandiaga Uno populer bekerja. Siapa lagi? Erick Thohir juga lumayan terkenal bisa bekerja ya kan?" tambahnya.

Menyitir Anies, Gus Choi menjabarkan bagaimana cawapres yang ideal. Yaitu cawapres yang memiliki rekam jejak hingga karya serta populer di kalangan masyarakat.

"Nah, prinsip dari saran Pak JK bagus, memang intinya setelah terpilih harus bekerja. Selain ada gagasan, ada narasi, ada kerja, ada karya, kan begitu. Anies kan begitu urutannya, ada track record, ada gagasan, ada narasi, ada kerja, kemudian ada prestasi, karya. Dari sekian nama yang muncul-muncul ini ya saya kira kita meyakini mereka bisa bekerjalah," ucapnya.

Di sisi lain, pemilihan cawapres Anies menurut Gus Choi juga harus dilakukan secara terbuka. "Prinsip kedua adalah harus terbuka, jangan berbicara suku bangsa, jangan berbicara agama, jadi merekrut wapres harus terbuka. Siapa yang bisa memenangkan, mendongkrak suara dan siapa yang bisa bekerja setelah menang," sebutnya.

PD: Tak Mungkin Cawapres Tanpa Popularitas

Ketua Bappilu Partai Demokrat Andi Arief menilai saran Jusuf Kalla ke Anies Baswedan soal cawapres tak populer hanyalah salah satu pilihan. Andi Arief menilai elektabilitas dan popularitas cawapres pendamping Anies penting.

"Jawaban saya bahwa apa yang dikemukakan Pak JK adalah salah satu opsi, tapi juga harus kita hitung dengan matang, dalam arti bahwa apakah pembantu presiden itu dapat mendongkrak suara? Belum tentu, karena seorang yang paling dekat saja, wapres bahkan presiden di Indonesia itu pernah kalah, Ibu Megawati kalah di 2009, Pak JK kalah di 2009, kemudian Pak Hamzah Haz kalah di 2004," kata Andi Arief kepada wartawan, Sabtu (29/10).

"Kemudian sebagai wakil, pembantu presiden yang pernah ada adalah Pak Boediono, Pak Boediono karena 2004 kan, itu kan Pak JK belum jadi pembantunya tapi Pak Boediono sudah jadi pembantu presiden, menteri dalam hal ini," imbuhnya.

Andi Arief menceritakan pengalaman Demokrat mencalonkan Boediono sebagai wapres pendamping SBY. Posisi cawapres menurut Andi Arief penting untuk meningkatkan suara nantinya.

"Kenapa Pak Boediono bisa menang dengan SBY? Karena pada waktu itu surveinya sangat tinggi, Pak SBY sudah 60 persen, sehingga menjadi pertimbangan untuk diajak bersama-sama. Nah, di wakil ini cukup penting ya, seorang gubernur saja untuk menjadi wakil ini belum terbukti, belum terbukti juga bisa menjadi seorang wakil presiden dari beberapa capres pilihan presiden yang pernah ada," ujarnya.

Sehingga menurut Andi Arief popularitas dan elektabilitas cawapres yang nantinya digandeng Anies penting dalam koalisi. Namun, saran JK ini akan menjadi bahan diskusi di dalam internal Koalisi Perubahan.

"Sekali lagi tanpa elektabilitas tanpa popularitas tidak mungkin, kita memilih dulu, baru kita laksanakan survei itu tidak mungkin. Jadi elektabilitas popularitas itu penting, kan namanya pilpres itu ingin berkuasa, hitung dulu bagaimana cara berkuasa, baru kemudian kita hitung menang ya, saya kira Pak JK akan sangat mahir soal ini," ucap Andi Arief.

"Tapi baiklah nggak apa-apa itu bisa dibicarakan di koalisi, kita beruda argumentasi ya," imbuhnya.

PKS Anggap Popularitas Penting

PKS juga termasuk dalam wacana Koalisi Perubahan yang dekat dengan Anies Baswedan. Juru bicara PKS Muhammad Kholid mengatakan selain popularitas, kapasitas dan integritas dinilai penting untuk menjadi cawapres.

"Popularitas tetap penting, tetapi kapasitas dan integritas lebih penting," kata Kholid saat dihubungi, Sabtu (29/10).

Menurutnya, seorang pemimpin harus memiliki popularitas. Hal itu agar peluang menang lebih tinggi. "Bagi kami, pemimpin itu harus punya tingkat keterkenalan dan keterpilihan yang bagus sehingga peluang untuk menang tinggi," katanya.

Meski begitu, Kholid mengatakan bukan hanya popularitas yang penting. Namun sosok pemimpin juga harus memiliki rekam jejak yang baik.

"Namun popularitas dan elektabilitas saja tidak cukup. Dia harus sosok pemimpin yang teruji kapasitasnya memimpin, memiliki rekam jejak yang baik. Apalagi memimpin bangsa dengan kompleksitasnya," tuturnya.

(rfs/rfs)



Hide Ads