Pertama-tama dapat kami sampaikan bahwa guna melaksanakan amanah bangsa Indonesia untuk mensukseskan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden tahun 2009, PPLN Washington DC berusaha untuk sebanyak mungkin menjangkau Warga Negara RI (WNRI) di Washington DC dan sekitarnya.
PPLN menyusun Daftar Pemilih Tetap (DPT) dengan melakukan pendekatan proaktif kepada WNRI yang tinggal di wilayah Washington DC, Virginia dan Maryland melalui rangkaian kegiatan sosialisasi serta penyebaran formulir pendaftaran secara langsung dan melalui website. Sesuai dengan peraturan, KPU selanjutnya mengirimkan surat suara sesuai dengan jumlah WNRI yang tercantum dalam DPT ditambah surat suara cadangan sebesar 2%. Dengan demikian, setiap WNRI yang terdaftar dalam DPT hanya berhak atas satu surat suara.
PPLN selanjutnya mengirimkan surat kepada seluruh WNRI yang tercantum dalam DPT untuk menanyakan kepada calon pemilih apakah dalam pemungutan suara yang bersangkutan akan datang ke TPS atau memilih menggunakan jasa pos. Dikarenakan berbagai hal, tidak seluruh WNRI menjawab surat tersebut. Kepada mereka yang tidak menjawab, maka PPLN memutuskan untuk mengirimkan surat suara melalui pos. Kepada WNRI yang memutuskan untuk datang ke TPS, PPLN selanjutnya mengirimkan surat pemberitahuan mengenai tempat dan waktu pemungutan suara (form C4).
Dalam pelaksanaannya, PPLN menerima beberapa keluhan dari WNRI yang tidak menerima atau terlambat menerima surat pemberitahuan tersebut. Berdasar kepada pemantauan, hal tersebut ternyata lebih dikarenakan banyaknya WNRI yang pindah alamat dan tidak/terlambat memberitahukan kepada Sekretariat PPLN. Juga terdapat beberapa surat yang kembali karena ternyata alamat yang tidak lengkap atau salah. Faktor utama lainnya adalah faktor jasa pos setempat yang lambat menyampaikan surat ke tujuan.
Untuk mengatisipasi hal ini, PPLN memutuskan untuk lebih akomodatif dalam penanganan pengiriman surat suara melalui pos. Diputuskan bahwa PPLN masih dapat menerima surat suara melalui pos sampai dengan sebelum penghitungan suara, yaitu 10 hari setelah tanggal pemungutan suara.
Untuk kasus Sdri. Saptorini, berdasar kepada penelusuran, ternyata yang bersangkutan memberikan alamat yang berbeda pada saat mengisi formulir pendaftaran. Dengan kata lain, yang bersangkutan telah pindah alamat dan terlambat menyampaikannya ke Sekretariat PPLN. Dan hal lain adalah adanya fakta bahwa yang bersangkutan tidak menjawab surat PPLN mengenai pilihan untuk melakukan pemungutan suara sehingga kami putuskan untuk mengirimkan surat suaranya melalui pos.
Beberapa hari menjelang pemungutan suara, Sdri. Saptorini menyatakan belum menerima surat suara dan meminta untuk dapat melakukan pemungutan suara dengan datang langsung ke TPS. Kami sampaikan kepada yang bersangkutan untuk bersabar dan menunggu surat suara sampai di alamat karena ternyata suami Sdri. Saptorini, yang tinggal di alamat yang sama, telah menerima surat suara. Kami juga menyampaikan bahwa penghitungan surat suara melalui pos akan dilaksanakan pada tanggal 18 Juli 2009, sehingga masih terdapat waktu.
Sulit bagi PPLN untuk memenuhi permintaan Sdri. Saptorini untuk melakukan pemungutan suara di TPS. Dengan demikian akan terdapat dua surat suara bagi satu pemilih. Bagi kami, hal tersebut bukan hanya mengenai arti sebuah 1 surat suara, akan tetapi lebih kepada sebuah peraturan mengenai prinsip satu suara bagi satu warga negara. Bagi kami, PPLN harus mempertanggung-jawabkan setiap surat suara kepada masyarakat Indonesia. Kami juga mengkhawatirkan apabila hal tersebut dapat menjadi preseden yang bisa berakibat WNRI lain menuntut perlakuan yang sama.
Akhir kata, dapat kami sampaikan bahwa masalah ini sebenarnya bukan masalah kita sudah merdeka atau belum, tapi lebih kepada faktor pemahaman sebuah aturan versus kepentingan pribadi. Karena kami juga melihat bahwa penulisan berita mengenai pelaksanaan pemilu yang berlangsung lancar dan tertib di KBRI Washington DC oleh Sdri. Saptorini tidak faktual dan kurang berimbang serta mengabaikan prinsip obyektifitas peliputan.
Meskipun demikian, PPLN menghargai kepedulian Sdri. Saptorini terhadap sebuah proses pendidikan demokrasi yang diharapkan akan membawa kehidupan berdemokrasi di Indonesia menjadi lebih matang dan dewasa. Terbentuknya sebuah lingkungan yang matang memang akan sangat tergantung kepada kematangan atau kedewasaan setiap individu sebagai bagian dari sebuah lingkungan.
(nrl/iy)