"Pendukung utama pilpres satu putaran adalah lapisan masyarakat grass root atau akar rumput, sementara penentang utamanya adalah lingkaran elit politik kota," kata Direktur CPI, Hendrasmo, dalam diskusi publik 'Pilpres Satu Putaran Antara Urgensi dan Problematika' di Hotel Acacia, Jl Kramat Raya, Jakarta Pusat, Jumat (26/6/2009).
Hal itu disampaika Hendrasmo terkait hasil riset yang dilakukan CPI pada 22-23 Juni 2009. Riset yang menggunakan metode Focus Group Discussion (FGD) dan Depth Interview kepada sejumlah segmen di DKI Jakarta.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Hendrasmo, walau masyarakat akar rumput ini ingin pilpres satu putaran, tapi tidak mengetahui aturannya. "Mereka tidak tahu ada aturan konstitusi untuk menang satu putaran, kandidat harus menang 50 persen secara nasional atau memperoleh minimal 20 persen di 17 provinsi. Mereka tidak pernah baca aturan seperti itu," jelasnya.
Sementara, padangan para elit perkotaan terhadap isu ini sangat beragam. Pada segmen ini, jelas Hendrasmo, mayoritas pemilih tidak ingin menilai proses demokrasi satu atau dua putaran dengan alasan efisiensi ekonomi.
Penolakan isu pilpres satu putaran lebih pada lingkaran masyarakat yang pro pasangan Mega-Prabowo dan JK-Wiranto. Namun bagi elit perkotaan yang bergerak di bidang usaha justru sebaliknya, ingin satu putaran.
"Alasannya sangat praktis, di mana dunia usaha butuh kepastian politik. Kalau satu putaran presiden akan diketahui siapa yang terpilih pada bulan Juli, sementara dua putaran baru bulan September. Dunia usaha tidak ingin ambil resiko dalam ketidakpastian politik yang tinggi ini," ujarnya.
(zal/yid)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini