Ternyata partai nomor 19 ini terpaksa mengurangi jumlah caleg dengan cara memecat mereka dari keanggotaan partai karena konflik internal.
Tak tanggung-tanggung, dari total 50 caleg yang mereka daftarkan di KPU, 33 orang di antaranya dipecat.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Konflik internal di tubuh partai ini bermula pada tahun 2005. Ketika itu partai terbelah ke dalam dua kubu, yakni kubu Ketum Mentik Budiwiyono dengan Sekjen Joseph Williem Wea, dan kubu Ketum Endung Sutrisno dengan Sekjen V Joes Prananto.
Waktu itu SK resmi Depkum HAM menyatakan kepengurusan sah ada pada kubu Mentik.
Tidak terima dengan SK Depkum HAM, kubu Endung mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan. Mereka menggugat Depkum HAM yang telah menetapkan kepengurusan sah PPDI di tangan Mentik.
Dalam persidangan di PN Jaksel, kubu Endung menang, dan Depkum HAM kalah. Akhirnya Depkum HAM mengeluarkan SK yang menyatakan kepengurusan sah PPDI ada di kubu Endung.
Namun Depkum HAM mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA). Akhirnya keluarlah keputusan MA yang menganulir putusan PN Jaksel dan memenangkan Depkum HAM.
Artinya, kepengurusan sah PPDI tetap ada pada kubu Mentik. Namun ibarat nasi sudah menjadi bubur, ketika putusan MA itu keluar, Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah terlanjur menetapkan daftar calon tetap (DCT) PPDI dari kubu Endung.
Alasan KPU, pada saat pengajuan calon, SK resmi Depkum HAM menunjuk kubu Endung sebagai pengurus sah PPDI.
Begitu tahu Depkum HAM yang mendukung pihaknya menang di tingkat kasasi, kubu Mentik pun lantas mengambil tindakan. Mereka menuntut KPU segera membatalkan daftar calon legislatif PPDI yang telah diajukan oleh kubu Endung dan telah ditetapkan menjadi DCT oleh KPU.
Bisa ditebak, caleg yang diajukan Endung adalah 'orang-orang'nya Endung. Namun malang bagi Mentik dkk, DCT itu sudah tidak lagi bisa diubah.
Buntu dengan upaya mengubah DCT, Mentik tak kehilangan akal. Setelah konsultasi dengan KPU, Mentik pun mengambil jalur 'nekat'. Dia memutuskan memecat para caleg yang tidak memihak dia.
Dan itu tidak hanya bagi caleg di level nasional (DPR), tapi juga provinsi dan kabupaten/kota (DPRD). Harapannya, setelah dipecat para caleg itu tak lagi bisa ditetapkan jika nanti terpilih.
"(Pemecatannya) variatif, karena sebagian kawan-kawan saya lolos jadi caleg. Untuk yang di daerah, kita serahkan ke teman-teman di daerah. Yang jelas kita fasilitasi untuk pemecatan kalau diinginkan," aku Mentik.
Menurut anggota KPU Andi Nurpati, surat pemecatan para caleg PPDI itu telah dikirimkan ke KPU pada pertengahan Januari kemarin. Dan KPU akan mengkajinya.
"Kita akan pelajari dulu. Karena di surat itu bukan SK, tapi hanya pengantar bahwa yang bersangkutan telah dipecat dari PPDI dan ditarik dari daftar caleg. Kita juga akan kaji apakah pemecatan itu sudah sesuai AD/ART partai atau tidak, meskipun kita tidak tahu apakah itu kewenangan KPU," ujar Andi di Kantor KPU, Jl Imam Bonjol, Jakarta Pusat.
Ternyata pemecatan itu dilakukan dengan diam-diam. Buktinya, ada beberapa caleg PPDI yang mengadu ke KPU terkait pemecatan mereka. Menurut Andi, para caleg itu bahkan tahu bahwa dirinya dipecat dari media massa.
Sekedar info, PPDI semula bernama Partai Demokrasi Indonesia (PDI) yang didirikan 11 Januari 1973, hasil fusi beberapa partai lama. Pada pertengahan tahun 1990-an, PDI terpecah dua, PDI Soerjadi yang didukung pemerintah Orba dan PDI Megawati yang didukung massa akar rumput. Runtuhnya Orba membuat PDI Megawati leluasa mendirikan PDI Perjuangan. Sedangkan PDI Soerjadi tetap melenggang hingga reformasi.
Karena tak lulus electoral treshold, PDI Soerjadi ini pun terpaksa bermetamorfosis menjadi PPDI pada 10 Januari 2003. Pada Pemilu 1999 partai ini, waktu itu masih bernama PDI, memperoleh 655.049 suara atau 0,6 persen (2 kursi DPR). Pada Pemilu berikutnya partai ini meraup suara 844.480 suara atau 0,75 persen (1 kursi DPR). (sho/nwk)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini