Pun terkait dengan ancaman hukuman yang dijatuhkan oleh pengadilan. Vonis untuk kasus narkoba dirasa masih sangat mengecewakan. Pasalnya, karena tersangka narkoba yang berkali-kali ditangkap polisi dan memiliki cukup barang bukti tapi jarang mendapatkan hukuman setimpal.
Seperti ditegaskan dalam UU tentang Psikotropika bahwa kejahatan narkoba mulai dari pengguna, pengedar, bandar, dan produsen dijerat dengan ancaman hukuman yang berbeda. Dalam UU No 22/1997 tentang Psikotropika, bagi penguna narkoba golongan I (heroin, kokain, ganja) diancam hukum pidana 10 tahun penjara ditambah dengan denda.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menanggapi hal itu dapat diambil kesimpulan bahwa kelemahan pengadilan justru ada di tingkat majelis hakim. Harus diakui dampak narkoba tidak hanya fisik dan psikis saja. Namun, kehidupan sosial ekonomi keluarga, ketertiban masyarakat, dan juga negara (biaya sosial tinggi dan hilangnya generasi penerus bangsa).
Tampaknya, putusan ganjaran yang setimpal bagi pemakai, pengedar, dan penyalur obat-obatan terlarang harus sesuai pasal yang digunakan sebagai acuan. Harapannya, hukuman yang setimpal atau sesuai dengan UU akan menjadi lebih dari cukup membuat jera pengedar maupun pengguna narkoba. Yang jelas, pemberantasan narkoba menjadi tanggung jawab segenap pihak di negeri ini.
Upaya meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pemberantasan narkoba jangan pernah pupus. Kita butuh manusia-manusia Indonesia yang mampu menghadapi tantangan pada zamannya dengan membangun moral dan mental yang tangguh (tanpa narkoba). Mau menunggu sampai kapan agar bangsa kita tak kian sengsara karena narkoba?
Rofiqoh Hadiyati
Mahasiswi FIP Universitas Negeri Yogyakarta (UNY)
(msh/msh)