Saya akan mencoba dengan sepenuh hati memberikan solusinya. Tapi silahkan dengar pengalaman saya sewaktu di SMA berikut ini.
Saya memiliki teman. Wajahnya seperti orang lugu. Memang teman saya orang miskin. Saya sebagai penyayang teman yang berhati baik tidak ada perbedaan apa pun. Semua teman yang baik sama.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Jika dilihat dari prestasi ia sangat bagus. Berikut adalah prestasinya selama mengikuti kegiatan sekolah:
- Selama SMP, SMA ia selalu mendapat juara kelas.
- Dipilih dalam pengurus OSIS.
- Dipilih menjadi dewan Pramuka.
- Ikut kegiatan Pramuka di luar dengan kedisiplinan luar biasa.
- Ikut les Bahasa Inggris dan TOEFL.
- Cemerlang dalam hal matematika.
- Ikut kegiatan PMR di sekolah.
- Ikut kegiatan PKS mendapatkan sertifikat dari kepolisian.
Ia memiliki lebih dari delapan sertifikat formal di rumahnya. Namun sayangnya, ia masih tidak bisa kuliah karena uang gaji yang ditabungnya belum cukup untuk membayar uang masuk kuliah.
Contoh teman saya yang lain adalah sebut saja si "An" laki laki. Terlebih dia selama menjalani pendidikan sekolah sampai SMA dia selalu mendapat juara satu di kelas mana pun dia berada.
Memang si "An" ini kecerdasan dan kegigihannya sangat kuat. Sekarang ia menganggur dan mengisi waktu luangnya dengan membaca ilmu dari hari ke hari. Teman saya ini juga bermasalah dalam keuangan karena orang tuanya hanya penjual gorengan.
Sebenarnya masih ada puluhan teman saya yang pintar dan cerdas tapi ia orang yang tidak mampu. Kita lihat bersama teman saya yang kaya dan keluarganya banyak uangnya. Ia tidak pernah mendapatkan ranking dan nol prestasi. Bahkan ia nakal sekali karena tertipu kesenangan dunia. Kini ia bisa kuliah karena uangnya banyak.
Marilah kita khususnya para mahasiswa tentunya mensyukuri karena kita bisa menikmati kuliah. Mensyukurinya bagaimana? Yakni dengan wujud rajin belajar dan menebarkan kebaikan untuk diri sendiri dan orang lain.
Perlu diketahui bahwa seburuk buruknya manusia adalah manusia yang memiliki kesempatan untuk mendapatkan kebaikan untuk dirinya dan untuk orang lain. Tapi, manusia itu menyia-nyiakannya. Sebagai contohnya adalah kita yang punya uang banyak untuk sekolah tapi hanya untuk main-main dan senda gurau belaka. Itulah wujud bagi orang orang yang tidak bersyukur dan nantinya akan di azab.
Sesungguhnya belum tentu orang miskin itu benar-benar tidak mampu. Mereka hanya bermasalah dalam segi ekonomi. Sulitnya mencari sekeping uang. Menurut saya jika orang-orang miskin tersebut memiliki uang lalu bisa sekolah. Bisa jadi orang miskin tersebut mampu memiliki jiwa kepemimpinan yang baik.
Nah, di sini. Jiwa kepemimpinan yang baik seperti apa? Jawabannya cukup sederhana yakni menyayangi dan memberi pertolongan tulus dari dasar hati kepada orang yang dirasa tidak mampu. Sekali lagi, jangan menganggap remeh orang miskin.
Kita amati bersama. Pasal 34 menetapkan bahwa "Fakir miskin dan anak anak terlantar dipelihara oleh Negara". Sebelum saya memberikan solusi menolong anak putus sekolah yang tidak mampu. Kita amati lagi baik baik.
Pasal 27 ayat (2) yang menetapkan bahwa "tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan". Saya pun bertanya dengan tenangnya hati. Apakah para pengatur negara dan pemerintah setempat sudah lulus ujian mengenai pasal pasal. Atau mereka membuat pasal sendiri tanpa sepengetahuan rakyat. Bukannya pasal 34 dan 27 ini bertentangan dengan fenomena pengasingan orang miskin yang sudah tidak dianggap lagi oleh negara sekarang ini.
Β
Janganlah terlalu memandang sebuah opini dan teori. Implementasikan atau laksanakan dengan seikhlas-ikhlasnya. Dua solusi untuk menolong anak putus sekolah yang tidak mampu yang sangat kita sayangi menurut pendapat rakyat Indonesia yang baik adalah:
- Membangun sekolah rakyat yang baik diperuntukkan bagi anak terlantar dan tidak mampu. Tidak dipungut biaya apa pun dikarenakan ketidaksanggupan membiayainya karena kemiskinan di mana pendirian sekolah tersebut seluruhnya ditanggung pemerintah setempat. Pemerintah setempat memiliki kewajiban melindungi dengan sikap tegas. Sekolah rakyat tersebut disetarakan dengan SD, SMP, SMA, dan Universitas yang berkualitas.
- Jika negara dan pemerintah setempat tidak sanggup membiayai pembangunan sekolah bahkan yang sederhana sekali pun, kita, terutama warga negara yang memiliki uang gaji berlebih seharusnya memberikan sebagian uangnya kepada anak miskin untuk bersekolah. Itu saja.
Saya sangat suka mendengarkan informasi di radio. Saya jadi lebih pandai dan mengetahui informasi seluruhnya. Daripada menonton televisi yang minim ilmu. Hanya hiburan yang menghancurkan diri sendiri. Beritanya misal. Milyaran rupiah uang pemerintah dikorup dan mungkin hanya untuk dihambur-hamburkan.
Orang miskin saja yang ingin mendapatkan secuil nasi sangatlah sulit. Mereka justru membawa-bawa dosa entah ke mana. Dengan seenaknya lagi.
Bukankah alangkah baiknya jika uang milyaran tersebut untuk membangun sekolah rakyat yang baik. Yaitu mampu melahirkan lulusan yang cerdas dan Sumber Daya Manusia yang bagus. Lumayan kan negara kita memiliki SDM yang bagus. Belum lagi Sumber Daya Alamnya yang dikatakan dunia bahwa Indonesia memiliki SDA terbesar dan nomor 1 terkaya sedunia.
Bisa jadi Indonesia menjadi Negara paling maju dan pintar di seluruh dunia. Pintar yang bagaimana? Pasti kita semua bertanya. Yakni pintar mengolah SDA yang ada di negara kita. Sebagai contohnya adalah kayu dan rotan yang saat ini diam-diam lagi diincar Negara lain.
Membangun sekolah rakyat tersebut tidak perlu super mewah cukup sederhana saja. Katanya biar hemat dan efisien (melakukan kegiatan dengan benar). Namun, gurunya itu. Gurunya itu diusahakan menumbuhkan sikap GIGIH.
Apa itu GIGIH? GIGIH adalah sebangsa kerja keras tapi dilakukan secara terus-menerus untuk mencapai kualitas yang baik tentunya. Karena guru termasuk faktor utama menjadikan SDM kita bagus atau tidaknya walaupun ada faktor utama yang lain semisal lingkungan teman kita.
Kita amati dengan baik pasal berikut ini. Saya menyebutkan beberapa pasal dari tadi bukan berarti kita lupa dengan ajaran agama kita. Pasal 31 ayat (1) yang menetapkan bahwa "tiap-tiap warga negara berhak mendapatkan pengajaran". Semoga para pengatur negara dan pemerintah khususnya paham mengenai pasal ini. Insya Allah.
Jadi, kesimpulan yang saya jelaskan di atas adalah anak putus sekolah yang tidak mampu sebenarnya bisa ditolong yakni tanpa disadari adalah kita pelakunya. Bukan masyarakat yang tidak mampu pelakunya melainkan kita yang memiliki uang berlebih.
Alangkah baiknya jika uang kita yang banyak itu diberikan sebagian kepada anak-anak miskin hanya untuk sekolah. Agar anak-anak kita besok bisa mengolah SDA yang tersedia di Indonesia karena mereka sudah memiliki ilmu mengolah dan dididik dengan baik sekaligus dinamis.
Rangga Pramudya
Mangunjaya Purwokerto Lor
ranggapwt@plasa.com
02817661899 (msh/msh)