Revolusi Belum Selesai
Senin, 08 Okt 2007 13:29 WIB

Jakarta - Revolusi '45 masih berupa revolusi fisik. Istilah ini mungkin agak mengagetkan. Paradigma fisik dalam kebiasaan kita adalah gedung, mobil, dan lain-lain. Tetapi, kalau kita renungkan tantangan bersama pada saat berjuang untuk merdeka yang akhirnya berhasil pada tanggal 17 Agustus 1945 adalah masih ada bentuknya secara jelas 'penjajah Belanda.' Sehingga masih mudah dijual kepada masyarakat untuk menjadi tantangan bersama. Ini tidak ada sedikit pun mengurangi rasa hormat saya kepada para pejuang bangsa. Bahkan bentuk penghormatan saya sebagai anak bangsa dan sebagai generasi penerus untuk patuh kepada amanah pendahulu yang disampaikan oleh Bung Karno tentang 'Revolusi Belum Selesai' mengingatkan kita sebagai generasi penerusnya keberhasilan dalam proses yang panjang masih koma belum titik.Revolusi Jiwa yang Merdeka. Jiwa adalah fitroh, suci, sehingga sesungguhnya hanya mau dengan yang suci. Dan, hanya mau tunduk patuh kepada Yang Maha Suci. Bung Karno mengestafetkan kepada generasi penerusnya untuk melanjutkan revolusi memerdekakan jiwa-jiwa Bangsa Indonesia agar tidak terjajah oleh penjajah-penjajah jiwa. Dengan berbagai bentuknya, semua yang bukan Tuhan, termasuk agama. Mengapa agama juga termasuk. Yang jelas agama bukan Tuhan. Hanya sebagai panduan. Sarana atau alat untuk mengenal Tuhan agar manusia sempurna hidup menurut maunya Tuhan.Dengan Jiwa yang merdeka maka kita akan dapat mengisi kemerdekaan. Berdasarkan maunya Jiwa yang otomatis maunya Tuhan, Kalau meminjam istilah Steven Covey, dalam bukunya 7 Habits, manusia yang efektif adalah manusia yang dapat membangun kesadaran dan bertanggung jawab pada mental agar tidak dikuasai orang lain atau lingkungan. Pertanyaannya sudahkan kita merdeka dalam kategori ini. Jiwa yang Hanya Tergantung Kepada yang Maha Digantungi. Ibarat peralatan elektronika, maka yang utama, agar berfungsi alat tersebut, adalah harus menyambung kepada jaringan PLN/sumber listrik. Tentunya hal yang utama dilakukan oleh semua manusia yang peranannya sebagai wakil Tuhan di muka bumi. Maka sebagai wakil harus ketemu dulu dengan yang diwakili karena Tuhan adalah Maha Suci. Maka tidak mungkin yang tidak suci bisa bertemu dengan Yang Maha Suci. Apa yang disebut manusia suci. Adalah manusia yang dalam jiwanya. Tidak ada yang lain kecuali Tuhan itu sendiri.Dengan demikian, urusan dengan Tuhan, tidak bisa dengan penafsiran atau mengikuti penafsiran orang lain atau kelompok elit. Harus pasti. Makanya harus ketemu atau menyambung dengan Sang Pencipta, dan wajib dilakukan oleh semua orang. Di sinilah, kenapa Nabi Muhammad, dan nabi-nabi atau orang-orang suci, mendorong semangat sahabat. Bukan semangat guru dan murid agar manusia sejajar hubungannya di mata Tuhan. Kesalehan Sosial. Setelah bertemu atau istilahnya nyambung dengan sumber listrik aka ibarat alat elektronika akan berfungsi dengan sendirinya. Dengan demikian dengan berfungsinya alat tersebut, kalau lampu menyala, kalau radio berbunyi, maka dengan menyalanya lampu dan berbunyinya radio, otomatis itulah yang dapat dirasakan manfaatnya oleh lingkungan. Sebagai bentuk kesalehan sosial yang sesuai maunya Tuhan. Bukan maunya manusia itu sendiri.Di mana letak kesalahan manusia pada umumnya. Adalah pada kesalahan cara, semangat dalam mengejawantahkan bentuk kesalehan sosial, menganggap bahwa kesalehan sosial adalah tujuan, kitalah yang mengusahakan. Padahal kita ini hanya merupakan alat atau robot. Sarana Tuhan bekerja. Ibarat cara kerja robot, apakah robot bekerja, adalah maunya robot. Atau robot dapat bekerja sendiri. Tentunya robot dirancang dulu, diprogram dulu, baru sang robot dapat bekerja menghasilkan sesuatu. Dengan demikian, pantaskah, manusia merasa bisa, atau mengaku yang berkarya. Pemaksaan Kehendak. Sebagaimana sebuah organisasi atau pabrik tentunya Sang Pembuat Pabrik, menciptakan semua perangkat, sarana prasarananya, termasuk aturannya agar harmonis sehingga tujuan dapat tercapai sesuai maunya Sang Pembuat. Dengan demikian, pantaskan kita ini hanya bagian kecil dari sistem yang dibuat Sang Pencipta, memaksakan kehendaknya terhadap bagian yang lain. Bhinneka Tunggal Ika dengan Dasar Pancasila. Meminjam perumpamaan pabrik lagi, tidak mungkin pabrik dapat berjalan dengan baik. Kalau semuanya sama, seragam, agar berjalan dengan baik maka harus ada yang memerankan peran yang berbeda. Otomatis pasti beda baik bentuk, proses, dan sebagainya. Ini semua merupakan Hak Mutlak Tuhan. Jadi kalau ada pihak atau orang yang memaksakan kehendaknya sudah barang tentu melawan yang punya Hak Mutlak. Tuhan itu sendiri.Keyakinan Tidak Bisa Dipaksakan. Dari manakah datangnya keyakinan. Kalau mau jujur, kita tidak dapat menjawabnya, seandainya bisa, hanyalah pendekatan ilmiah. Mungkin dari lingkungan, keturunan, atau dari baca buku, perjalanan hidup, yang semuanya serba tidak tuntas. Padahal yang sesungguhnya yang membuat adalah Sang Maha Pembuat. Ya Tuhan itu sendiri.Dengan demikian pantaskah kita mempermasalahkannya dan memaksakannya harus seperti kita. Berarti sama saja kita memaksa Tuhan. Dalam hal ini, kenapa para Nabi atau orang-orang suci hanya mengajak atau menyampaikan pesan saja. Bukan memaksanya. Karena untuk berubah adalah urusan dia sendiri dengan Tuhannya.Apalagi urusan dengan Tuhan. Adalah unik. Dan, Tuhan sendiri adalah tidak bisa dimodelkan dengan apa saja. Maka hubungan dengan Tuhan tidak dapat dimodelkan secara baku. Artinya unik sesuai dengan keyakinan masing dan ini selalu tumbuh dan berproses unik pula.Urusan Dunia atau Kesalehan Sosial. Ibarat peralatan telekomunikasi agar dapat saling berkomunikasi dengan baik, dengan noise yang rendah, maka perlu standardisasi, aturan main, kesepakatan. Tentunya aturan main yang tidak melanggar asas keadilan, kerelaan atau keikhlasan. Tidak ada semangat mendolimi kepada yang lemah atau minoritas. Sesungguhnya hukum atau fikih adalah hanya dipakai untuk mengatur orang-orang yang masih belum atau sedang menuju ketemu Tuhan. Atau dengan kata lain kalau orang jiwanya sudah merdeka maka sudah tertata dengan sendirinya. Jadi seandainya hukum positif tidak melarang orang itu mencuri maka orang tersebut tidak akan mencuri. Tidak akan mencurinya bukan takut sama hukum buatan manusia tetapi karena jiwanya tidak menghendaki untuk mencuri. Karena tahu Tuhan tidak berkenan kita mencuri.Karena mayoritas manusia adalah belum merdeka jiwanya maka hukum positif menjadi perlu. Coba kita renungkan, zaman dulu, orang yang mayoritasnya jiwanya sudah merdeka maka cukup dengan norma atau hukum adat yang tidak tertulis sudah cukup, sekarang? Dengan manusia yang mayoritas sudah kehilangan jiwanya atau jiwanya terpasung maka hukum harus semakin mengikuti model programa komputer. Harus terinci dan operasional supaya tidak ada interpretasi. Kebijakan Pembangunan. Arah kebijakan pembangunan adalah harus dimulai dari pembangunan diri 'jiwa' bangsa Indonesia. Kemudian dikembangkan pembangunan yang lain yang disesuaikan dengan kebutuhan khas bangsa dan Negara Indonesia. Dengan semangat saling kerja sama di antara komponen bangsa Indonesia dan bangsa-bangsa di dunia.Dengan demikian jangan sampai mengubah bangsa kita ingin jadi bangsa Arab, Eropa, Amerika, Jepang, India, China, dll.. Atau jangan sampai kita meniru strategi pembangunan dari bangsa lain tanpa disesuaikan dengan format yang pas dengan kondisi bangsa kita.Atau dengan kata lain globalisasi dengan segala modelnya termasuk persaingan bebas adalah bukan menjadi tujuan. Tetapi, hanya merupakan salah satu sarana atau tantangan zaman yang harus diupayakan untuk mensejahterakan bangsa Indonesia khususnya dan bangsa-bangsa lain pada umumnya. Dengan demikian apa saja yang menjadikan bangsa kita khususnya dan bangsa-bangsa lainnya terpuruk harus kita minimalkan.Gagasan ini sudah barang tentu hanya merupakan bagian dari pemikiran bagaimana mengisi semangat yang telah disampaikan oleh Bung Karno bahwa revolusi belum selesai. Bangsa dan Negara Indonesia sangat menanti-nanti semua anak bangsa untuk ikut berperan aktif dalam melanjutkan perjuangan para pendahulu kita. Untuk memenuhi harapan Ibu Pertiwi agar bangsa Indonesia gemah ripah loh jinawi tata tentrem kerta raharja. Saya yakin seyakin-yakinnya bahwa para pejuang pendahulu kita sampai dengan Soekarno Hatta memproklamirkan kemerdekaan pada tanggal 17 Augustus 1945, adalah sudah dipenuhi dengan semangat kemerdekaan jiwa. Dengan segala plus minusnya kitalah yang harus meneruskan amanah mulia ini yaitu mengisi kemerdekaan dengan semangat jiwa yang yang berdaulat.***Renungan di Masjid Agung Ciptarasa Kraton Kasepuhan CirebonBudi PraptonoJl Mekarsari Inteldam Baleendah Bandungbpt@stttelkom.ac.id022 70058797/ Hp. 08122049898Budi Praptono adalah Dosen di sebuah Perguruan Tinggi Swasta dengan jabatan akademik Lektor, Ketua Forum Sosial Merah Putih Bersatu Indonesia.(Alumni S1 Teknik Industri ITB & S2 Magister Manajemen ITB)
(msh/msh)