Jakarta - Pada 12 September 2007 yang lalu telah terjadi gempa besar di wilayah barat Sumatera. Satu hari setelah gempa bantuan mulai bermunculan namun masih banyak kendala untuk menyampaikan bantuan kepada para korban gempa. Masalah kesehatan adalah masalah yang utama pada kondisi pascabencana. Hal ini teramati pada 2 kondisi bencana besar yang terjadi di Indonesia (gelombang Tsunami di Aceh dan gempa besar di Yogyakarta).Pada umumnya masalah kesehatan pasca gempa dapat dibagi dalam 3 fase: (1) penyakit akut akibat gempa, (2) penyakit ikutan pada beberapa hari-minggu pasca gempa, dan (3) masalah kesehatan mental akibat gempa.Penyakit akut pascabencana adalah penyakit yang berhubungan langsung dengan bencana yang terjadi. Pada kasus gempa, penyakit yang berhubungan langsung dengan kejadian gempa adalah cedera akibat reruntuhan. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa cedera utama akibat gempa adalah cedera kepala dan patah tulang. Hal ini teramati pada kejadian gempa besar di Yogyakarta beberapa waktu yang lalu. Penelitian Maegele, dkk (2006) menunjukkan bahwa pada kasus gempa besar dan Tsunami di Aceh cedera anggota gerak bawah dan patah tulang adalah yang paling umum dijumpai. Penyakit ikutan pascabencana dapat berhubungan langsung dengan kejadian bencana akibat hilangnya sumber kebutuhan primer dan akibat rusaknya infrastruktur penunjang. Pada hari-hari pertama sampai dengan minggu pertama masalah utama yang menjadi fokus perhatian adalah ketersediaan pangan. Penelitian Rossi, dkk (2007) menunjukkan bahwa ketersediaan pangan menjadi masalah utama pada beberapa hari pascabencana. Penyakit ikutan pascabencana dapat muncul akibat rusaknya infrastruktur penunjang. Simak peningkatan kasus leptospira yang signifikan akibat tercemarnya air oleh tikus pada banjir di Jakarta. Pada kondisi ini kejadian luar biasa infeksi saluran pernafasan akut, diare, dan penyakit kulit menular mudah merebak di tempat-tempat penampungan pengungsi yang padat. Penelitian Grievink, dkk (2007) menunjukkan besarnya masalah kesehatan akibat penyakit ikutan pasca gema dapat menetap sampai dengan 18 bulan. Kajian Wilder-Smith (2005) memperlihatkan bahwa kondisi tempat pengungsian pada kasus-kasus bencana sangat memudahkan transmisi penyakit dari satu orang ke orang yang lain. Penyakit yang umum menular di tempat pengungsian adalah diare, infeksi saluran pernafasan akut, dan penyakit kulit infeksious (MMWR, 2005). Tindakan pencegahan yang memadai dan penemuan kasus sakit secara dini harus dilakukan. Beberapa bulan sampai dengan tahun pascabencana masalah kesehatan yang menonjol adalah masalah kesehatan mental. Trauma berkepanjangan akibat reaksi stres akut saat bencana bisa menetap menjadi kecemasan yang berlebihan. Penulis beberapa kali menjampai kasus gangguan tidur kronis akibat cemas yang berlebihan pada para korban gempa di Yogyakarta. Stres pasca trauma merupakan masalah kesehatan utama di daerah bencana. Stres pasca trauma menimbulkan beban kesehatan yang tidak sedikit. Pasien dengan stres pasca trauma akan berkali-kali mengunjungi fasilitas kesehatan dengan berbagai keluhan fisik yang berganti-ganti. Sekali waktu ia akan datang dengan keluhan sakit kepala. Di lain waktu dengan nyeri tengkuk dan di waktu yang berbeda dengan nyeri perut. Hal ini di dunia medis dikenal dengan nama gejala psikosomatik. Gejala sakit lebih berhubungan dengan kondisi psikologis, dan bukan karena penyakit fisik. Masalah kesehatan mental terjadi pada banyak kasus. Penelitian Keane, dkk (2006) menunjukkan bahwa kejadian stres pascatrauma terjadi pada 7%-8% dari seluruh populasi. Penelitian Mills, dkk (2007) memperlihatkan bahwa kejadian stres akut pascabencana terjadi pada 62% korban badai Katrina di Amerika Serikat. Stres pascatrauma lebih mudah dijumpai pada kelompok wanita. Stres pascatrauma akan menetap sampai 2 tahun pada 38%-49% populasi.Gangguan stres pasca trauma umum dijumpai pada wanita, pasien dengan cedera badan, kehilangan anggota keluarga, kehilangan harta benda, dan memiliki kepribadian yang tidak matang. Intervensi dini harus dilakukan. Pada kasus-kasus yang berkepanjangan dapat muncul gangguan kejiwaan yang serius. Penyakit pasca gempa bukan hanya terjadi sebagai akibat langsung dari gempa namun juga terjadi beberapa hari sampai tahun setelah gempa. Pada kondisi segera setelah gempa tindakan medis yang cepat dan tepat harus dilakukan. Pasien dengan patah tulang, luka robek harus mendapatkan perawatan yang memadai untuk mencegah kejadian infeksi. Bantuan harus juga difokuskan untuk mencegah muncul dan merebaknya penyakit-penyakit infeksi di tempat penampungan. Infrastruktur pendukung kehidupan harus dipulihkan sesegera mungkin. Beberapa penelitian terdahulu menunjukkan bahwa rusaknya infrastruktur air bersih meningkatkan risiko yang sangat signifikan untuk penyebaran penyakit menular di tempat pengungsian. Akses para korban terhadap fasilitas kesehatan harus terjamin. Seorang pengungsi yang sakit harus dapat memperoleh bantuan kesehatan dengan mudah.Hal ini untuk mencegah penyebaran penyakit pada para pengungsi yang lain. Manusia adalah mahkluk fisik, menatl, sosial, dan spiritual yang utuh. Aspek kehidupan mental pascabencana harus juga diperhatikan. Kehilangan anggota badan (misalnya: amputasi), kehilangan anggota keluarga, rusaknya rumah dan harta benda, dan hilangnya tatanan sosial di masyarakat memiliki dampak stress yang sangat besar bagi para korban bencana. Dukungan psikososial harus dibeikan sesegera mungkin.
Rizaldy Pinzon, dr, MKes, SpSBekerja dan tinggal di Yogyakartamedidoc2002@yahoo.com
(msh/msh)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini