Jakarta - Membaca berita tenggelamnya kapal KM Levina I saat dinaiki oleh bapak-bapak Polri sungguh sangat menyedihkan. Itu adalah tindakan yang sangat ceroboh yang dilakukan oleh mereka yang merasa "punya wewenang". Itulah akibat bila suatu pekerjaan dilakukan 1. oleh mereka yang bukan ahlinya 2. tidak mengikuti sistem hukum yang ada 3. tidak mengikuti kaidah umum "safety first" untuk pekerjaan yang mengandung bahaya.Untuk butir No.1, dalam berita sebelumnya disebutkan bahwa di dalam kapal terdapat air setinggi 2 meter. Dalam ilmu hidrostatika, dalam kasus tersebut terjadilah apa yang disebut "free surface effect" yang terlalu panjang untuk dijelaskan di sini. Intinya bahwa air akan mengalir ke mana titik berat bejana, dalam hal ini kapal, bertumpu. Saat bapak-bapak Polri naik ke kapal melalui lambung kanan, maka air juga akan mengalir ke kanan yang makin menambah titik berat kapal (KG) di lambung kanan kapal, akibatnya kapal segera tenggelam. Selain itu, sebelum menaiki kapal tidak didahului dengan dilakukannya "damage assumption and damage control" terhadap kapal untuk menganalisis dan mengontrol kerusakan sebelum kapal dianggap aman untuk dinaiki. Yang paling utma adalah bapak-bapak Polri bukanlah para ahli di bidang perkapalan dan pelayaran, kenapa untuk peyidikan tersebut tidak terlebih dahulu diserahkan sepenuhnya kepada para ahlinya yaitu KNKT dan Mahkamah Pelayaran. Untuk butir No.2, dalam kaidah hukum ada yang disebut dengan "lex spesialis derogat lex generalis". Seharusnya kecelakaan kapal tersebut disidik terlebih dahulu menggunakan UU No. 21 tahun 1992 tentang Pelayaran oleh KNKT dan Mahkamah Pelayaran untuk menentukan sebab-sebab kecelakaan. Bila dalam keputusan mahkamah pelayaran terdapat indikasi adanya pelanggaran dan tindak pidana oleh awak kapal, baru Polri turun tangan dengan menggunakan KUHAP dan KUHP. Ini belum apa-apa nakhoda dan Mualim I telah ditetapkan sebagai tersangka sebelum diinvestigasi. Sekarang bukti-bukti tersebut musnah bersama tenggelamnya kapal yang sebenarnya sangat bermanfaat di kemudian hari untuk ilmu pengetahuan dan pengembangan hukum. Untuk butir No.3, bagaimana mungkin bapak-bapak Polri menaiki kapal dalam bahaya tanpa menggunakan Rompi Keselamatan (life jacket) sebagai keselamatan pokok. Sekarang tinggal para petinggi sibuk melakukan pekerjaan yang tidak perlu yaitu memberikan keterangan kepada media guna menjelaskan musibah akibat kecerobohan mereka.
Syachrul NugrohoKedutaan Besar Republik Indonesia Tokyo5-2-9 Higashi GotandaShinagawa-kuTokyo 141-0022Telp. +81-3-3441-4201 Ext. 422Fax. +81-3-3447-1697
(nrl/nrl)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini