Jangan Jera Mencari Kiat Anti Rasuah

Jangan Jera Mencari Kiat Anti Rasuah

Sahat Sitorus - detikNews
Senin, 26 Sep 2016 10:58 WIB
Foto: Ilustrasi KPK (Foto: Dhani Irawan/detikcom)
Jakarta - Parbuluan, sebuah kampung di gugusan pantai barat Danau Toba yang masih dikelilingi hutan perawan belantara, 20 km dari Sidikalang Ibukota Kabupaten Dairi, Sumut, 1970-an dihebohkan kabar nahas. Seorang anak desa (10 tahun) dimangsa harimau atau Si Raja Hutan.

Kearifan alam dalam hubungan "silaturahmi manusia dan si Raja Hutan" ialah, jika manusia dimangsa si Raja Hutan maka alamat, pertanda si Raja Hutan akan mati dibunuh oleh kawanannya atau oleh manusia yang dirugikan. Kearifan alam yang dimiliki para tetua kampung menjadi "petunjuk" untuk memasang perangkap bagi si Raja Hutan di jantung desa.

Boleh percaya, tidak pun bisa. Beberapa hari kemudian sekawanan Raja Hutan "mengantarkan" anggotanya yang memangsa anak manusia itu ke perangkap yang telah disiapkan oleh penduduk. Ganjaran atas perbuatannya, maka si Raja Hutan dibiarkan kelaparan di dalam perangkap selama berhari–hari hingga menemui ajal.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pesan moral cerita, siapa saja oknum yang melanggar aturan, kebiasaan, adat, sejatinya akan dihukum oleh lingkungannya setimpal dengan perbuatannya. Kisah itu nyata tentang kearifan alam, bukan dongeng yang saya saksikan sendiri di masa kanak-kanak pada tahun 1970-an. Andai nilai kearifan alam itu masih melekat dalam kehidupan kita, alamat jayalah negeri NKRI. Wallahualam.

Niat Luhur, alasan pembentukan KPK

Beberapa waktu pasca malam Y2K tahun 2000, sekumpulan WNI yang terdiri dari ahli hukum, penegak hukum, pemerhati-pengamat hukum, jaksa, polisi, mantan hakim, LSM dan anggota masyarakat madani berbondong-bondong, anjang sana alias studi banding ke HongKong, SAR.

Tampak sangat antusias-bersemangat, mereka menemui ICAC (Independent Commission Against Corruption), sebuah lembaga nir-laba, anti rasuah yang kesohor kepiawaiannya menelisik dan membasmi korupsi. Singkat kata, pihak ICAC buah "revolusi mental" anti korupsi di HongKong menyambut baik karena tersanjung dijadikan barang contoh dalam membangun gerakan anti rasuah/korupsi oleh Indonesia.

Tepat, paling tidak alasan kedatangan mereka ditengarai terinspirasi pesan Nabi "agar menimba ilmu walau ke negeri China sekalipun".

Satu pesan singkat dari pejabat ICAC kepada Tim ialah, bahwa kata kunci pembentukan anti rasuah adalah kemauan perubahan mental revolusioner total dari penegak hukum, rakyat, serta kemauan politik pemerintah, sikap tegar dan sikap berani mati aparatur.

ICAC berpesan, simaklah perjalanan sejarah lahirnya gerakan anti rasuah ICAC yang diwarnai peristiwa pertumpahan darah, melibatkan aparat korup maupun bandit dan Triad/gangster. Jajaran penegak hukum dan polisi bahkan LSM dan masyarakat madani, merupakan titik sentral penegakan hukum, sebagai garda terdepan untuk perubahan.

Seberapa besar tantangan yang dihadapi hingga ICAC tumbuh besar dan berwibawa seperti saat ini? Harus diakui bahwa pada awalnya tidak kecil resistensi, tantangan dan perlawanan dari penegak hukum termasuk polisi maupun Triad menyaksikan sepak terjang ICAC yang mendapat dukungan dari pejabat tertinggi HongKong kala itu.

Sama halnya dengan di Indonesia, perjalanan ICAC tidak selamanya mulus karena sering diganggu oleh kejadian dan peristiwa sebut saja anasir untuk mengusik kinerja pejabat dan petugas ICAC dengan melempar tuduhan menerima gratifikasi, sogok dan jebakan lainnya hingga beraroma tindakan amoral.

Kembali ke rumah sendiri. Pemahaman umum yang ada, suka atau tidak suka, meski agak memalukan bin menyedihkan ialah alasan yang dijadikan sebagai pemicu pembentukan KPK, ialah untuk membantu dan mengimbangi kemampuan lembaga-lembaga penegak hukum yang masih lemah dan belum memuaskan dalam memerangi korupsi sebagai musuh bersama reformasi.

Beragam alasan dilempar, apakah karena kekurangan SDM, kurangnya nyali atau dukungan kekuasaan, jawabannya tetap misterius. Harus diakui, bahwa lembaga-lembaga penegak hukum (Polri, Kejaksaan, Hakim, BPK-BPKP, jajaran Inspektorat Jenderal Kementerian dan Lembaga) telah berbuat cukup banyak, mengukir prestasi dalam memerangi korupsi dan sejenisnya.

Namun masih saja muncul kasus baru dengan modus operandi dan modus vivendi yang beragam dan semakin canggih, bak cerpen asmaraman Kho Ping Ho yang tidak pernah habis jalan ceritanya. Kasus baru selalu muncul sementara kasus lama belum inkracht di pengadilan Tipikor. Penegak hukum "diuntungkan, namun rakyat "dibuntungkan".

Diundangkannya UU Tipikor ternyata tidak mampu menimbulkan efek jera, memutuskan urat malu para pelaku dan terbukti tidak membuat jera apalagi takut para penikmat rasuah. Berita tentang modus operandi Pemimpin RRT dalam membasmi korupsi secara "kejam" menurut kacamata penikmat HAM a.l. menembak mati para pejabat korup tidak pula membuat pelaku rasuah di NKRI bergeming dan belajar takut.

Mantan PM Lipeng sampai menciptakan anekdot: "Sembelihlah ayam dan cecerkan darahnya untuk menakut-nakuti monyet". Berikan saya 100 peti mati, 99 untuk kawan dan anggota keluarga saya dan 1 untuk saya jika sampai terbukti korupsi. Nyatanya jargon itu tidak mampu membasmi korupsi hingga 100%.

Jadi apa yang salah dengan proklamasi anti rasuah di negeri sendiri yang terus terjadi meskipun UU Tipikor telah dibuat? Barangkali sudah tiba saatnya para pemangku kepentingan melakukan uji materil dan melakukan revisi dan penelisikan sebab musabab pelaku rasuah di NKRI tidak pernah jera.

Terbukti sudah cukup banyak aksi anti rasuah dari masa ke masa sebut saja OBSTIB dan LAKSUS dll pada masa ORBA. Maaf...semuanya gagal tanpa prestasi. Karenanya kini tiba saatnya agar Parlemen dan Pemerintah segera membuka peluang untuk membenahi "kekurangan/kelemahan" UU Tipikor dengan memasukkan, sebut saja dengan menambah 1 pasal baru yang dalam wacana Revisi UU Tipikor yang tengah digulirkan DPR RI bahwa penerima gratifikasi - pelaku korupsi senilai Rp25 juta atau lebih diancam hukuman mati atau selama hidup alias hingga mati di penjara.

Manfaat dibalik Mudarat dalam Kisruh KPK vs Polri

Kisruh KPK dan Polri beberapa waktu silam sangat menyita perhatian dan enerji bangsa hingga beritanya merebak ke manca negara. Terlihat 2 kubu yang berbeda pandangan dengan keberadaan KPK. Tampak nuansa kepentingan pribadi dan pro-kelompok sendiri telah dicoba digiring oleh oknum untuk membenturkan 2 lembaga yang sebenarnya tidak bersalah apa-apa (KPK dan Polri).

Barangkali situasi yang berkembang bagai "bola liar" merupakan Mudarat yang timbul bahwa wacana penting tidaknya mempertahankan keberadaan KPK sebagai lembaga anti rasuah utama dihadapkan dengan benih-benih perlawanan dari pihak yang pro penikmat rasuah agar "orang-orang pada posisi kunci" KPK dibumihanguskan saja dan sebaliknya.

Sejatinya, kita harus proklamirkan bahwa rasuah - KKN dalam segala bentuknya oleh siapa pun (apapun status, pangkat dan jabatannya) adalah musuh bersama. Kapan saja - dimana saja Hukum harus menjadi Panglima, bukan slogan semata. KPK dan Polri adalah milik bersama yang harus dipelihara dan dijaga wibawanya. Kita semua memerlukan KPK, apalagi Polri, Kejaksaan serta segenap lembaga penegak hukum dan anti rasuah di NKRI.

Dibalik Mudarat, ada Manfaat yang dapat dipetik atas kisruh KPK vs Polri. Yang diperlukan sekarang ialah menelisik Manfaat di tengah kisruh yakni kepentingan mendesak untuk menjawab dan mematahkan asumsi yang menjadi dasar, alasan yang dijadikan sebagai anekdot pembentukan KPK pada awal tahun 2000-an sebagai amanat Reformasi 1998.

Meskipun agak menyakitkan telinga bahwa KPK dipahami dibentuk dengan harapan mulia akan mendukung (bukan menggantikan) peranan Polri dan Kejaksaan dalam menelisik dan membasmi aksi rasuah/KKN yang ditengarai kurang greget, tidak berani membasmi setiap aksi rasuah.

Yang perlu dibuktikan ialah apakah Polri dan Kejaksaan dan jajaran penegak hukum lainnya telah menjawab dan mematahkan asumsi sebab-musabab (causaliteits verband) pembentukan KPK dan secara serius melakukan revolusi birokrasi, bekerja semakin profesional dan konsekwen serta taat azas dan hukum dalam memerangi aksi rasuah sesuai amanat keinginan rakyat pada awal reformasi?

Jika jawabannya belum, sampai kapan? Saya asumsikan dan haqul yaqin sekiranya lembaga-lembaga penegak hukum telah memberikan pelayanan publik yang terbaik, menegakkan hukum secara tegas dan benar, maka KPK akan bubar sendiri tanpa didemo habis-habisan karena tidak diperlukan lagi.

Asumsi ini tentu hanya akan terjadi jika lembaga-lembaga penegak hukum mampu membuktikan telah memperbaiki diri, melakukan benah diri dan benar-benar berkinerja baik, melawan rasuah di luar, terutama di rumah sendiri.

Artinya selama lembaga-lembaga penegak hukum tidak melakukan benah diri, perubahan sikap-mental, maka selama itu pula KPK masih diperlukan.

Sekali lagi perlu dipahami dan diingat bahwa sejak awal KPK tidak dimaksudkan untuk menggantikan kedudukan lembaga-lembaga penegak hukum dan anti rasuah seperti Polri, Kejaksaan, BPK, BPKP dan Inspektorat Jenderal Kementerian, melainkan untuk tujuan penguatan kelembagaan melalui hubungan kemitraan-kerjasama-koordinasi dan komunikasi yang baik.

Untuk itu hayo kita kumandangkan bahwa Rasuah adalah musuh bersama no 1, dan tidak akan ada lagi instansi yang minta "diskon" agar tidak disatroni KPK dengan dalih sudah melakukan benah diri, namun nyatanya rasuah tidak berhenti menjadi-jadi.

Kisruh KPK dan Polri membuka mata dan hati dan telinga kita bahwa ternyata lebih besar Mudarat, meskipun diakui ada Manfaat yang dipetik atas kejadian tersebut. Kisah kisruh itu, jika diamati cengan cermat bermuatan persoalan oknum namun sayangnya ditengarai terdapat pihak yang berupaya "memancing di air yang keruh" dan mencoba menggiringnya ke ranah perang antar lembaga.

Yang perlu dibenahi ialah manusia-manusia yang ada di dalamnya. Banyak kata-kata bijak para Tetua kita tentang pendidikan akhlak dan kebaikan. Not the Gun but the Man behind the Gun. Yang salah orangnya, bukan senjatanya. Jika ingin membasmi hama, tangkap saja tikusnya tanpa harus membakar lumbungnya.

Sekarang juga kita perlu mendukung penguatan sikap bersama untuk menghadapi aksi rasuah dan KKN yang tidak pernah tuntas. Sebagai lembaga anti rasuah kita memerlukan dan harus mempertahankan KPK hingga lembaga-lembaga penegak hukum yang menurut UU ditengarai seharusnya lebih bertanggungjawab membasmi rasuah benar-benar melakukan benah diri.

Saya yakin KPK akan bubar pada waktunya tanpa perlu di demo habis-habisan, tindakan berbau mistis hingga fitnah, sekiranya Polri, Kejaksaan dan lembaga anti rasuah lainnya benar-benar terbukti telah melakukan benah diri, merubah diri sesuai dengan tuntutan rakyat untuk membasmi rasuah.

Penguatan KPK dan dukungan Auditor penegak hukum lainnya

Langkah lain yang semestinya dapat dilakukan untuk menjawab Manfaat dan Mudarat di balik Kisruh KPK vs Polri ialah melakukan penguatan peranan lembaga anti rasuah nasional. Dalam hal ini kata kunci ada ditangan Presiden RI melalui penguatan-revitalisasi tupoksi KPK melalui keterlibatan bersama (Joint Audit & Investigation) dan memanfaatkan peranan mutlak auditor-auditor dan pemeriksa terbaik dan handal yang dimiliki Polri, Kejaksaan, BPK-BPKP, Kemkeu, wakil masyarakat madani dan pakar serta lembaga audit lainnya sehingga menghilangkan kisi-kisi ewuh pakewuh antar lembaga, yang tersamar bak fatamorghana selama ini.

Auditor handal KPK ini harus menandatangani Pakta Integritas, Zona Bebas Korupsi, Anti Gratifikasi di hadapan Presiden dan Pimpinan Lembaga Tertinggi dan Tinggi Negara karena akan bekerja di kawasan yang benar-benar bebas korupsi dengan motto: zero tolerance to corruption.

Tidak ada lagi pihak yang meminta "diskon" agar tidak ditelisik KPK untuk tujuan atau latar belakang kepentingan kekuasaan atau politik apapun. Aksi anti rasuah harus dilandaskan pada pelaksanaan tugas secara profesional atas prinsip bahwa WNI sama kedudukannya di hadapan hukum.

Perlu pula menumbuhkan integritas seluruh jajaran pejabat negara, aparatur negara dan penegak hukum agar berani dan legowo melakukan bersih-bersih dengan "menyerahkan" siapa saja pelaku rasuah di rumahnya untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya.

Akhirnya, last but not least, para punggawa hukum NKRI seharusnya berani melakukan cuci gudang, bahkan ruwatan massal dengan segera merevisi kembali untuk kedua kalinya UU no 31/1999, KUHP dan KUHAP dan menambahkan 1 pasal Keramat: Hukuman Mati atau Selama Hidup di Penjara tanpa diskon bagi penerima Gratifikasi dan Rasuah senilai Rp 25 juta lebih, plus ditambah penghargaan khusus dengan kewajiban dimakamkan di pemakaman khusus bagi mantan dan pelaku Rasuah ketika ybs meninggalkan dunia yang baka ini.


Sahat Sitorus
sahatsitorus2015@yahoo.com (wwn/wwn)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads